Demak – Pemerintah terus menggenjot para petani dan dunia usaha melakukan produksi garam secara optimal. Ini merupakan target yang dipatok agar Indonesia bisa melakukan swasembada garam pada tahun 2017 mendatang.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2014 total produksi garam nasional mencapai 2.192.168 ton, sedangkan kebutuhan 3.611.990 ton.

Sementara, untuk kebutuhan garam industri dan aneka pangan, kebutuhannya masih dipasok melalui impor yakni sebesar 2.251.577 ton.

Meski demikian, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan swasembada garam nasional tercapai pada 2015. Targettersebut lebih cepat dua tahun dari target swasembada garam hasil kesepakatan bersama dengan kementerian lain yaitu pada 2017.

Saya tidak mau menunggu swasembada garam sampai 2017, itu target yang kelamaan. Saya ingin akhir tahun 2015 berhenti semua impor garam. Nanti kalau kurang garam tinggal teriak saja, kata Susi di Jakarta, baru-baru ini.

Dia mengakui, saat ini produksi garam nasional baru memenuhi 63,59 persen dari total kebutuhan dalam negeri di 2014, namun dia optimistis swasembada garam akhir tahun ini dapat tercapai.

Sebenarnya lanjut Susi, produksi garam nasional sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, namun belum mampu mencukupi kebutuhan industri. Sehingga dia akan berkoordinasi dengan kementerian lain untuk memenuhi kebutuhan garam industri melalui kebijakan substitusi impor.

Kebutuhan garam konsumsi yang sebesar 1,96 juta ton per tahun sebenarnya sudah terpenuhi dengan produksi kita yang sebesar 2,55 juta ton sehingga ada surplus kira-kira 500 hingga 600 ribu ton per tahun. Kita berharap surplus ini bisa diolah lagi menjadi garam industri menggunakan fasilitas Kementerian Perindustrian karena memang portofolionya tersedia, ujarnya.

Seperti diketahui, produksi garam nasional pada 2014 mencapai 2,55 juta ton per tahun yang terdiri dari garam rakyat sebesar 2,20 juta ton dan PT Garam sebesar 350 ribu ton.

Susi Pudjiastuti mengajak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian harus duduk bersama guna menyelesaikan masalah harga garam yang kini masih berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP).

Menurutnya, sedang berupaya mendorong penggunaan plastik geoisolator di sejumlah petani garam, akan membuat kualitas garam petani menjadi lebih tinggi.

Saat ini yang penting untuk dilakukan kata Susi, pemerintah harus duduk bersama. Kemendag, Kemenperin, dan KKP harus bisa menentukan bagaimana stimulus ini efektif dan tepat sasaran.

Selain pemeningkatan produksi, pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana menjaga harga garam di tingkat petani agar terus stabil. Ini dilakukan agar kesejahteraan petani garam bisa meningkat, dan mereka tidak selalu terpukul oleh jatuhnya harga saat sedang panen raya.

Dengan demikian, negara harus hadir dengan goodwill untuk memperbaiki tata niaga dan harga petani akan sesuai dengan yang diisyaratkan pemerintah.

Karena di distributor harganya juga masih Rp1.500, harga di pasar Rp200 perak tidak bisa kamu beli Rp200 perak (di distributor). Kita tetap saja beli Rp1.000- Rp1.500. Jadi jangan cekik petani dengan permainan harga, katanya.

Saat ini harga garam lokal anjlok hingga Rp 200 per kilogram (Kg) padahal petani garam sudah susah payah memproduksi. Karena itu ia tidak ingin garam impor membanjiri Indonesia.

Untuk produksi garam itu mereka harus panas, bekerja keras. Kalau bisa harga yang ada harus maksimum. Jadi jangan sampai harga garam petani di bawah garam impor, katanya.

Susi mengungkapkan, untuk menyikapi anjloknya harga garam, ia tidak memacu petani untuk meningkatkan produksi. Lantaran langkah itu akan memperburuk keadaan. Harga anjlok, produksi meningkat untuk apa. Kasihan, tutur Susi.

Untuk mengatasi anjloknya harga, menurut Susi, produksi garam lokal akan ditingkatkan kualitasnya dengan skema geomembran, saat ini garam Indonesai baru mengalami skema plastik geoisolator.

Kita sekarang tidak mendorong produksi, tetapi memberikan geomembran. Sekarang ini geoisolator kita mau ganti geomembran, yang mana lebih tebal. Kita akan ganti itu, jadi lebih bagus, tebal, awet, tidak akan sobek, supaya garam kualitasnya lebih baik. Sekarang kita memperbaiki kualitas dulu. Karena kalau mau nambah luas perlu waktu. Sekarang yang ada saja harus tambah bersih, ujar Susi.

Sumber: Suara Karya