Mas Sunarto didepan rumahnya siap siap berangkat menangkap belut

Demak – Desa Kedungkarang kecamatan Wedung sejak dulu dikenal sebagai desanya pemburu kepiting dan ikan belut. Warganya sampai saat ini masih ada yang menekuni pekerjaan ini.Meski jumlahnya tidak sebanyak dulu namun masih ada warga desa ini yang menghidupi keluarganya dari berburu ikan belut di tambak.

Salah satunya adalah Sunarto (34) yang tinggal di RT 001 RW 03 atau Kedungkarang blok timur. Pekerjaan mencari atau menangkap belut ini ditekuninya sejak masih kecil. Namun ia sempat merantau ke Semarang sampai punya istri dan sekitar tahun 2019 ia kembali ke kampung halaman . Karena sulit cari pekerjaan lain akhirnya ia memutuskan kembali menangkap belut untuk hidupi keluarganya.

” Cari pekerjaan lain susah mau dagang butuh modal ya kembali ke pekerjaan lama mencari belut. Modalnya ya paling motor butut ini untuk jalan dan wadah ini. Yang penting badan sehat cuaca baik ya berangkat cari belut. “, kata Sunarto pada kabarseputarmuria Rabu 28/12/2022.

Dulu sebelum tambak pesisir terkena abrasi menurut Sunarto menangkap belut bisa disekitar desanya yaitu desa Kedungmutih dan Babalan. Namun seiring dengan berkurangnya lahan tambak karena abrasi pencarian kepiting kini sampai ke desa Berahan Wetan yang jaraknya sekitar 10 km dari rumahnya.

” Dulu ketika masih awal cari belut berangkat dari rumah jalan kaki .Namun sekarang harus naik motor karena jarak lahan untuk mencari belut makin jauh. Sehari rata rata untuk ongkos bensin sekitar Rp 10 ribu – Rp 15 ribu ” , tambah Sutrisno.

Adapun penghasilan yang didapatkan sehari berangkat pagi dan pulang sore tak tentu . Jika sedang beruntung sehari bisa mendapatkan belut 3 Kg kering bakar. Saat ini harga perkilonya dibeli pengepul Rp 50 ribu sehingga bisa dapat Rp 150 ribu. Namun jika pas tidak beruntung ya 1 Kilo belutpun tak didapatkan malah harus tombok bekal dan bahan bakar.

” Ya memang ini pekerjaan saya sepi ramai tetap berangkat. Saya sih inginnya dapat banyak terus tapi ya itu tidak tentu. Pernah seharian tak dapat apa apa “, aku Sunarto.

Dengan pekerjaan sebagai pencari belut ini Sunarto dan istrinya Nur Azizah dan putranya Muhammad Ramadhan harus hidup seadanya. Ia tinggal di rumah bambu sederhana bertiga dan sebentar lagi akan tambah satu momongan.

Dalam waktu dekat ini istrinya siap siap untuk melahirkan dan yang membuat sedih istrinya tak mempunyai KIS .Sehingga hari hari ini Sunarto mencari informasi bagaimana mengurus kartu KIS untuk persiapan kelahiran anaknya yang kedua.

” Ya mudah mudahan ada jalan nanti saya tak mencoba ke kantor desa untuk mengurus Kartu KIS untuk istri saya. Mudah mudahan ada jalan bisa gratis seperti yang lain . Kalau tidak ya terpaksa cari pinjaman untuk kelahiran istri saya entah darimana . KK saya baru tahun 2019 sehingga belum ada bansos  mudah mudahan tahun depan ada bansos “, harap Sunarto. ( Pak Muin )