Oleh : Syam Aba Farau Yauma
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua metabolisme dikatalisis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktifitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme akan terhambat hingga pertumbuhan sel akan terganggu. Maka, ketika kekurangan atau kelebihan enzim serta aktifitas enzim yang terganggu dapat menimbulkan penyakit pada manusia Salah satu contoh penyakitnya adalah phenylketonuria (Afriansyah, 2007).
Gangguan metabolisme akibat kekurangan enzim jenisnya beragam, salah satunya adalah gangguan metabolisme yang bersifat keturunan. Penderita gangguan ini umumnya mengalami gejala berupa penurunan nafsu makan, muntah, sakit kuning (jaundice), berat badan berkurang, sakit perut, kelelahan, pertumbuhan terlambat, kejang, hingga koma.
Gejala-gejala gangguan metabolisme akibat kekurangan enzim, dapat muncul secara bertahap ataupun tiba-tiba, yang dipicu oleh berbagai faktor. Misalnya, karena pengaruh obat dan makanan. Berikut ini beberapa jenis penyakit metabolik karena kekurangan enzim yang bersifat keturunan (genetik), beserta dengan gangguan dan penyakit yang mungkin terjadi:
- Penyakit Fabry
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya enzim ceramide trihexosidase atau alpha- galactosidase-A. Efeknya bias menyebabkan gangguan jantung dan ginjal.
- Maple syrup urine disease
Kekurangan enzim jenis ini memicu terjadinya penumpukan asam amino dan menyebabkan kerusakan saraf dan air urine yang menyerupai aroma sirop.
- Fenilketonuria
Kondisi ini terjadi akibat kekurangan enzim PAH, yang menyebabkan tingginya kadar fenilalanin dalam darah. Fenilketonuria dapat mengakibatkan penderitanya mengalami keterbelakangan mental.
- Penyakit Nimann-Pick
Penyakit ini disebabkan oleh gangguan penyimpanan lisosom (sebuah ruangan di dalam sel yang berfungsi membuang sisa metabolisme). Efeknya berupa kerusakan saraf, susah makan dan pembesaran organ hati pada bayi.
- Sindrom Hurler
Sama seperti penyakit Nimann-Pick, sindrom Hurler juga disebabkan oleh kekurangan enzim di dalam lisosom. Kondisi ini bisa menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan struktur tulang yang tidak normal.
- Penyakit Tay-Sachs
Serupa dengan dua penyakit sebelumnya, kondisi ini dipicu oleh kekurangan enzim dalam lisosom. Penyakit Tay-Sachs menyebabkan kerusakan saraf pada bayi, dan biasanya hanya dapat bertahan hidup hingga usia 4-5 tahun.
Phenylketonuria (PKU) adalah gangguan genetik yang ditandai oleh kekurangan atau masalah dengan aktifitas spesifik dari enzim fenilalanin hidroksilase (PAH), yang diperlukan untuk metabolisme phenylalaninasam amino pada asam amino tirosin. Jika tidak diobati, phenylalanin menumpuk dan dapat mengakibatkan masalah – masalah neurologis, termasuk keterbelakangan mental dan kejang (Afriansyah, 2007).
Penyakit Phenylketonuria yang disebabkan karena seseorang tidak mampu merubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin. Ketidakmampuan merubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin disebabkan karena penderita tidak memiliki enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) yang berfungsi merubah asam amino fenilalanin menjadi asam amino tirosin. Fenilalanin yang bersumber dari protein makanan akan terakumulasi dan menyebabkan kekurangan tirosin. Fenilalanin yang berlebihan dapat dimetabolisme menjadi phenylketones (Suryo, 2005).
Phenylketonuria adalah kondisi dimana kerusakan metabolik yang mempengaruhi sistem tubuh dalam memecah protein. Phenylketonuria disebabkan karena gen pada kromosom 12 mengalami mutasi. Gen pengkode protein yang disebut PAH atau phenylalanin hydroxylase adalah sebuah enzim dalam liver. Enzim ini bertugas memecah asam amino fenilalanin menjadi produk lain yang dibutuhkan tubuh, yaitu tirosin. Pada saat gen ini termutasi, bentuk dari enzim PAH berubah dan menjadi tidak mampu untuk memecah fenilalanin dengan tepat. Fenilalanin yang tak dapat dipecah tubuh akhirnya terakumulasi dalam aliran darah dan menjadi racun dalam otak. Sebagai akibat tidak terurainya fenilalanin menjadi tirosin, maka tertimbunlah fenilalanin dalam
hati dan kelebihannya akan masuk dalam peredaran darah serta diedarkan ke seluruh tubuh (Suryo, 2003).
Kelebihan fenilalanin dan asam fenilpiruvat dikeluarkan oleh ginjal bersama-sama dengan air kencing (urine). Urine orang yang mengidap fenilketonuria (biasanya disingkat dengan PKU, asal dari phenylketonuria) mengandung 300 –1000 mg fenilalanin per 100 ml, sedangkan pada orang normal hanya sekitar 30 mg fenilalanin per 100 ml. Plasma darah penderita PKU mengandung 15 – 65 mg fenilalanin per 100 ml, sedang pada orang normal hanya 1 – 2 mg fenilalanin per 100 ml. Pengandungan fenilalanin yang berlebihan dalam darah itu mengganggu perkembangan dan pekerjaan otak, karena itu penderita PKU mengalami kelemahan mental dan pigmentasi rambut biasanya berkurang (Suryo, 2005).
Berikut ini adalah Metabolisme fenilalanin dan tirosin pada manusia. Berbagai mutasi menghasilkan suatu blok (penghalang) pada pembentukan enzim, yang menyebabkan penyakit. Enzim-enzim yang diawasi oleh gen-gen normal tercantum dengan akhiran ase. Penyakit yang timbul akibat kekurangan enzim tertentu disebutkan di dalam tanda kotak (Suryo, 2005).
Gambar 1. Metabolisme fenilalanin dan tirosin pada manusia (Suryo, 2005).
Fenilalanin hidroksilase mengkatalisis hidroksilasi fenilalanin menjadi tirosin. Reaksi ini tergantung pada tetrahydrobiopterin (BH4), sebagai kofaktor, molekul oksigen, dan besi.
Fenilketonuria adalah penyakit turunan akibat kesalahan metabolisme autosomal resesif yang diakibatkan kekurangan PAH (Zurfluh et al, 2008.).
Kwok dkk. (1985) mengisolasi full-length cDNA encoding PAH dari library cDNA hati manusia. Protein yang diprediksi mengandung 452 asam amino dan 96% homologi pada tikus. Scriver (2007) menyatakan bahwa protein PAH mengandung domain regulasi, katalitik, dan tetramerization. Mereka menyimpulkan bahwa 452 asam amino monomer membentuk bentuk dimer dan tetrameric fungsional enzim. Dengan analisis Northern blot, Lichter Konecki dkk. (1999) mendeteksi bahwa ekspresi tertinggi yaitu transkrip 2,5-kb PAH terdapat dalam hati manusia, diikuti oleh ginjal, pankreas, dan otak. Transkrip 4.6-kb juga terdeteksi di hati, ginjal, dan pankreas.
Gen PAH terdiri dari 90 kb (Guttler dan Woo, 1986) dan 13 ekson (Konecki et al., 1991). Scriver (2007) menyatakan bahwa urutan genom PAH dan gen yang mengapit terdiri dari 171 kb, yang mencakup sekitar 27 kb 5- prime UTR, dan urutan 3-prime poli (A) di ekson 13 mencakup sekitar 65 kb.
Kaufman (1999) menggambarkan asal mula model kuantitatif metabolisme fenilalanin pada manusia. Model ini didasarkan pada sifat kinetik murni PAH manusia yang dikaitkan dengan tingkat transaminasi fenilalanin dan degradasi protein. Nilai dihitung dari konsentrasi keadaan tunak fenilalanin dalam darah, clearance fenilalanin dari darah setelah diberikan asam amino peroral, dan toleransi diet fenilalanin dari pasien fenilketonuria dan obligat heterozigot.
Hoang dkk. (1996) menjelaskan Database Analisis Konsorsium Mutasi PAH yang diperoleh dari 81 peneliti di 26 negara. Database mencatat baik variasi penyakit ataupun polimorfisme alel. Para peneliti menyatakan bahwa pada 27 September 1995 database yang ada tercatat terdapat 248 alel di 798 wilayah yang berbeda (dengan haplotype polimorfik, wilayah geografis, dan penduduk). Pemastian probands sebagian besar melalui skrining bayi yang baru lahir dengan hyperphenylalaninemia.
Tujuh mutasi digolongkan sebagai mutasi yang memiliki respon terhadap tetrahydrobiopterin, yaitu V245A dan E390G. Enam mutasi digolongkan sebagai mutasi potensial terkait dengan respon obat tetrahydrobiopterin, yaitu F39L, D415N, R158Q, dan I65T. Empat mutasi tidak konsisten terkait dengan respon, yaitu Y414C, L48S, dan R261Q. Muntau dkk.
(2002) menyimpulkan bahwa respon yang terjadi bisa tidak konsisten dikarenakan genotip masing-masing individu.
Mengatasi Penyakit Akibat Kekurangan Enzim
Pada dasarnya penyakit akibat kekurangan enzim yang bersifat keturunan tidak dapat disembuhkan. Upaya penanganan yang dilakukan lebih bertujuan untuk mengatasi gangguan metabolisme yang terjadi, yaitu dengan:
- Mengganti enzim yang tidak aktif atau hilang untuk membantu menormalkan metabolisme.
- Mengurangi konsumsi makanan dan obat-obatan yang tidak dapat dicerna dengan baik.
- Detoksifikasi darah untuk menghilangkan penumpukan bahan beracun akibat gangguan metabolism
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, Nurfi. 2007. Informasi Makanan dan Gizi Tinjauan Terhadap Keamanan Konsumsi Pemanis Aspartam. Jakarta: Gizi Indonesia. 30(2)
Hoang, L., Byck, S., Prevost, L., Scriver, C. R. 1996. PAH Mutation Analysis Consortium Database: a database for diseaseproducing and other allelic variation at the human PAH locus. Nucleic Acids Res. 24: 127-131
Kaufman, S. 1999. A model of human phenylalanine metabolism in normal subjects and in phenylketonuric patients. Proc. Nat. Acad. Sci. 96: 3160-3164, 1999. Note: Erratum: Proc. Nat.
Konecki, D. S., Lichter-Konecki, U. 1991. The phenylketonuria locus: current knowledge about alleles and mutations of the phenylalanine hydroxylase gene in various populations. Hum. Genet. 87: 377-388
Kwok, S. C. M., Ledley, F. D., DiLella, A. G., Robson, K. J. H., Woo, S. L. C. 1985. Nucleotide sequence of a fulllength complementary DNA clone and amino acid sequence of human phenylalanine hydroxylase. Biochemistry 24: 556-561
Muntau, A. C., Roschinger, W., Habich, M., Demmelmair, H., Hoffmann, B., Sommerhoff, C. P., Roscher, A. A. 2002. Tetrahydrobiopterin as an alternative treatment for mild phenylketonuria. New Eng. J. Med. 347: 2122-2132
Scriver, C. R. 2007. The PAH gene, phenylketonuria, and a paradigm shift. Hum. Mutat. 28: 831- 845
Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Pres Suryo. 2003. Genetika Strata I. Yogyakarta: UGM Press
Zurfluh, M. R., Zschocke, J., Lindner, M., Feillet, F., Chery, C., Burlina, A., Stevens, R. C., Thony, B., Blau, N. 2008. Molecular genetics of tetrahydrobiopterinresponsive phenylalanine hydroxylase deficiency. Hum. Mutat. 29: 167-175, 2008. Note: Erratum: Hum. Mutat. 29:
1079