Kudus  – Sebagai masyarakat yang akrab dengan istilah gusJigang, warga Kudus tentu tidak asing lagi dengan pengajian kitab kuning. Terlebih jika ia pernah jadi santri yang notabene ngaji merupakan hal wajib dan rutinitas.

Hal tsb-lah yang kemudian membuat animo masyarakat terhadap pengajian-pengajian lumayan besar. Banyaj dari mereka mengisi waktu tertentu dengan mengikuti pengajian yang tersebar di berbagai daerah. Baik di masjid maupun mushalla.

Di Kudus sendiri, Sebenarnya terdapat dua kawasan yang menjadi icon dakwah berbasis pengajian kitab tsb. Yakni kawasan Kudus Kulon yang berada di Masjid Al-Aqsha (Menara Kudus). Di sini setiap jumat pagi, KH Sya’roni Ahmadi selalu mengisi kajian tafsir yang diikuti ribuan orang.

Seperti hal-nya di Kudus Kulon, di kawasan Kudus wetan pun ada icon dakwah yang sudah turun-temurun menyebarkan ilmu-ilmu islam. Yakni di masjid Baitus Salam yang berada di kawasan kompleks pesantren mbareng Jekulo – Kudus yang berdekatan dengan kabupaten Pati.
212016193837 (1)
Setiap malam rabu, Masjid Baitus Salam.selalu dibanjiri para santri dan masyarakat yang ingin meneguk ilmu-ilmu agama. Mereka berasal dari banyak pesantren di sekitaran masjid, dan juga para masyarakat dari berbagai daerah. Tujuan mereka satu, Sekedar ikut mendengarkan pengajian yang saat ini dipimpin oleh KH Ahmad Saiq. Salah satu Ulama setempat.

Pengajian di isi dengan dua kitab. Pertama adalah kitab ‘Minhajul Abidin’, sebuah kitab tasawuf yang ditulis oleh Ulama besar abad 5 H, Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505). Kemudian disusul dengan kitab fiqih jawan (bahasa jawa) karya Mbah KH Shalih Ndarat, Salah satu Ulama paling berpengaruh di dalam sejarah Ulama Jawa.

Praktis pengajian di masjid ini menjadi simbol dakwah yang sekarang ada di kawasan Kudus wetan. Keberadaannya bisa dibilang sebagai oase yang menyegarkan spiritual masyarakat. Hal itu terlihat dari antusiasme masyarakat dan warga dari berbagai daerah untuk sekedar nimbrung ngaji atau ngalap berkah. (Oleh : Muhammad Mahin, Aktivis ngaji Rabu.)
)