Jepara – Ada pepatah Gajah meninggalkan gading , Harimau meninggalkan belangnya. Itulaung ungkapan lama yang kini masih kita rasakan berkaitan dengan meninggalnya seseorang. Rabu (30/3) Jepara khususnya kecamatan Nalumsari kehilangan satu tokoh NU yang giat dalam berorganisasi. Beliau adalah KH.Muhammad Saifun Nur yang sepak terjangnya di organisasi NU tidak di ragukan lagi .
KH. Muhammad Saifun Nur atau biasa di panggil Ki Selo, Sebutan akrab Beliau karena kegemaran sejak lama Beliau terhadap batu-batu bertuah –sebelum booming batu akik beberapa waktu lalu- , dilahirkan pada tanggal 13 September 1955 di desa Gemiring Kidul Kecamatan Nalumsari kabupaten Jepara.
Beliau adalah putra pertama dari 6 bersaudara dari pasangan H. Masyhudi-Hj. Rohmah, namun sejak kecil Beliau di asuh oleh paman beliau, atau kakak dari Bapak Beliau H. Masyhudi, yaitu pasangan H. Ghozali-Hj. Mas’udah yang memang tidak berputra.
Semenjak menamatkan Madrasah Ibtidaiyyah Nurul Huda di Gemiring Kidul, Beliau melanjutkan sekolah ke Mathali’ul Falah Kajen, dan Nyantri di bawah asuhan KH. Muhammadun di pondok APIK kajen, dan menamatkan pendidikannya pada tahun 1978 yang di mulai dari Tsanawiyah hingga Aliyah.
Sesudah dari Mathali’ul Falah Kajen, Beliau melanjutkan pendidikannya di IAIN Sunan Ampel Surabaya serta nyantri lagi disana, dan menamatkannya pada tahun 1982 dengan bergelar Bachelor Of Art. Setelah itu, Beliau juga sempat nyantri di Banten dibawah asuhan KH. Suganda.
Karir organisasi Beliau seduh dimulai semenjak dari bangku pendidikan, tercatat Beliau pernah menduduki Bendahara di HSM Mathali’ul Falah Kajen, lalu berkiprah dalam organisasi Nahdlatul Ulama, yang diawali dengan menduduki Ketua Anshor Anak Cabang Mayong (sebelum memisahkan diri dari Kecamatan Nalumsari) tahun 1978, Seksi Maarif MWC Nalumsari, Katib Tanfidziyah MWC NU Nalumsari, Wakil Ketua Syuriah MWC NU Nalumsari, Penasehat NU Ranting Gemiring Kidul, yang diduduki secara berturut-turut hingga sekarang.
Sampai tutup usia beliau masih menjabat ketua Yayasan Pendidikan Islam NURUL HUDA Gemiring Kidul tahun 1995, dan masih banyak lagi organisasi-organisasi kemasyarakatan yang beliau ikuti sekaligus menempati posisi-posisi strategis dalam organisasi tersebut.
Hal tersebut didasari pada kemauan dan jiwa beliau yang memang suka berorganisasi, apalagi kepedulian beliau terhadap Organisasi Nahdlatul Ulama baik di tingkat ranting maupun MWC, yang menurut beliau Organisasi Nahdlatul Ulama adalah Organisasi yang dianggap penting untuk diperjuangkan, demikian seperti dituturkan oleh putra sulung beliau, Kholil.
“Serahkan perjuanganmu untuk NU, nanti pasti akan ada barokahnya, tidak usah khawatir”, demikian ia menuturkan dengan menirukan perkataan Beliau (sabtu, 2-4-2016).
Disamping oganisasi, Beliau juga termasuk salah satu pecinta Shalawat Nabi, dengan dibuktikannya untuk selalu membawa Shalawat Nabi dalam kegiatan-kegiatan yang diikutinya baik yang bersifat formal maupun non formal. Hal itu senada dengan pengakuan H. Dahlan selaku ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kecamatan Nalumsari, bahwa adanya Shalawat Nabi dalam acara rutinan IPHI adalah gagasan beliau yang sampai saat ini masih dilestarikan.
“Beliau adalah penggagas adanya Shalawat Nabi dalam acara IPHI rutinan yang sampai saat ini masih dilestarikan”, tutur H. Dahlan (Sabtu, 2-4-2016).
Beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada tanggal 30 Maret 2016, pukul 14.15 WIB di ICU RSI Kudus selama 3 hari karena serangan jantung pada Senin dinihari pukul 02.00 WIB setelah beberapa jam sebelumnya sempat mengikuti rapat MWC NU Nalumsari. Beliau meninggalkan satu orang isteri, Hj. Maschiyah, BA., 4 orang Putra, 2 menantu, dan 3 cucu.( Kiriman: Kholil)