Bu Nur Yatun dan Pak Kosim Pasangan Suami istri warga desa Kaliombo Jepara menghidupi keluarga dengan berjualan cendol dawet ( Foto: Pak Muin/kabarseputarmuria)
Jepara – Salah satu minuman terpopuler dari Jepara adalah Cendol Dawet meskipun daerah lain juga ada minuman sejenis ini. Keterpopuleran minuman ini tidak hanya di Jepara sendiri namun di daerah lain banyak pula warga Jepara yang berjualan minuman Cendol Dawet ini.
Salah satunya adalah pak Nur Khosim warga desa Kaliombo kecamatan Pecangaan yang sudah lebih sepuluh tahun berjualan Cendol Dawet di ibukota Jakarta. Meskipun kini kembali berjualan di kampung dia pernah merasakan manisnya berjualan Cendol Dawet di Jakarta. Selain bisa menghidupi keluarga dari usahanya berjualan Cendol Dawet bisa membangun rumah dll.
“ Saya awal berjualan kalau tidak salah tahun 90 an masih bujangan lanjut sampai punya anak istri sampai sekarang . Dulu awal berjualandi Jakarta kalau tidak salah ingat harganya Rp 250. Sampai satu gelasnya Rp 1.500 waktu cari uang di sana dulu gampang sebulan dua kali saya pulang kampung jualan keliling “, kata pak Nur Khosim pada kabarseputarmuria Senin (18/11).
Usai meranatu di Jakarta pak Khosim tetap berjualan di kampungnya Jepara. Ia kemudian jualan Cendol Dawet keliling dengan sepeda motor. Tempat mangkalnya di Pasar Karangaji kecamatan Kedung. Namun jika siang tidak habis ia kadang keliling di sekitar desa Karangaji.
Di pasar Karangaji ia berjualan Cendol Dawet hampir sepuluh tahun sehingga sudah banyak pelanggannya. Cendol dawet pak Nur terkenal murah karena saat ini pergelasnya ia jual Rp 2.000 setiap gelasnya. Selain diminum di tempat banyak pula yang dibawa pulang dibungkus plastic.
Dari pasar Karangaji kecamatan Kedung kabupaten Jepara Pak Kosim bergese ke Pasar Baru desa Kedungmutih kecamatan Wedung kabupaten Demak. Tempat lama ditempati putra sulungnya yang dulu kerja di pabrik. Setelah mencoba berjualan Cendol Dawet akhirnya ia memutuskan resign dari pabrik.
Di pasar Baru desa Kedungmutih ini Kosim ditemani istrinya Nuryatun, Setiap hari mereka berdua berangkat dari rumah sekitar pukul 6 pagi. Sesampai di pasar Kedungmutih sekitar jam 7 langsung dasar . Rata rata ia pulang dari Pasar Baru Kedungmutih sekitar pukul 10.00. Sampai di rumah istirahat dan sorenya mulai membuat cendol dawet dan bahan pelangkap lainnya.
“ Untuk bahannya dari tepung tapioca sedangkan supaya enak kita kasih santan kelapa asli d. Sedang rasa manisnya terbuat dari gula putih dicampur gula aren diambah dengan susu kaleng . Sehingga baunya harum menyegarkan jika diminum . Semuanya saya buat dari bahan bahan pilihan tanpa menggunakan bahan pengawet jadi aman untuk tubuh kita “, tambah pak Khosim.
Bu Nur yatun mengatakan jualan Cendol Dawet ini hasilnya tidak besar ,namun setiap hari pasti dapatnya. Jika membuat sekitar 6 kg tepung dibuat cendol dawet maka ia bisa dapat kotor Rp 600 ribu . Setelah dikurangi bahan bahan daan juga operasional seharinya ia mendapatkan penghasilan bersih Rp 150-200 ribu rupiah. Jika yang dibuat lebih banyak ia juga dapat untung banyak tergantung ramainya penjualan.
“ Kalau waktu waktu ini agak sepi penjualan kalau ramai bisa bawa uang kotor Rp 900 ribu – Rp 1 Juta rupiah . Kalau hari hari ini paling mentok ya Rp 600 – 700 ribu. Tapi ya bersyukur masih terus jalan “, pungkas Nur Yatun ( Muin ).