DEMAK – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Marwan Ja’far bertekad pasang badan memperjuangkan kepentingan desa, termasuk bengkok untuk perangkat desa. Meski begitu, harus menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. “Kita menunggu proses revisi PP 43 ini dulu. Mestinya, PP 43 dan PP 60 selaras dengan UU Nomor 6 Tahun 2014,” katanya saat dialog dengan ratusan kades dan perangkat desa se-Demak yang tergabung dalam Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Pendopo Kabupaten Demak, kemarin.
Marwan menambahkan, dana desa masih menggunakan anggaran lama. Sehingga belum mengcover UU Desa yakni Rp 1 miliar hingga Rp 1,4 miliar setiap desa. Meski begitu ia memastikan, anggaran tetap disalurkan ke desa secara bertahap 3 hingga 4 kali. Tahun 2015, anggaran desa hanya ada Rp 20 triliun yang dibagi 74.053 desa se- Indonesia. Artinya masing-masing desa memperoleh Rp 200 juta hingga Rp 240 juta. Dan itupun tergantung jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis.
Uang dana desa itu dinilai cukup untuk membangun desa, termasuk untuk membangun saluran irigasi, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan lainnya. “Desa kan juga mendapatkan bantuan dari provinsi dan kabupaten. Saya kira kalau digabung nominalnya bisa mencapai Rp 750 juta. Dengan uang itu cukup, asal tidak dibikin kawin lagi,” tambahnya sembari bercanda.
Idealnya dari nilai APBN yang Rp 2 ribu triliun, maka 10 persen dari jumlah itu untuk desa sebesar Rp 200 triliun. Bila dibagi untuk desa se Indonesia maka bisa mendapatkan minimal Rp 1 miliar lebih perdesa. Tapi sayang, banyak anggaran yang tersedot untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan trans Sumatera, rencana realisasi pembangunan tol laut dan sebagainya. “Karena itu, 2016 adalah titik awal perjuangkan desa,” tambahnya.
Anggaran bantuan dana desa mulai cair pertengahan April mendatang. Untuk itu, setiap desa diminta menyelesaikan rencana pembanguan jangka menengah desa (RPJMDes) maupun rencana kerja pembangunan desa (RKPDes). Tanpa itu, dana desa tidak bisa dicairkan. Untuk mengawal pencairan dana itu, maka akan ada pendamping yang bertugas membantu menyusun program desa. “Penggunaan dana laporannya harus transparan. Sebab, dana desa ini akan diaudit langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tambahnya.
Ketua Apdesi Demak, Heri Sugihartono mengatakan, kades maupun perangkat desa se-Demak tetap menuntut diberikan bengkok demi kesejahteraan. “Kan ada Peraturan Menteri (Permen) Nomor 1 yang mengatur tentang hal asal usul desa. Bengkok desa bisa masuk Permen ini,”katanya.
Senada, Ketua Apdesi Jateng, Sumaryadi mengatakan, pemerintah harus mengembalikan kedaulatan desa. Kalau bengkok ditarik ke kas desa, tentu bertentangan dengan UUD 1945. Bupati Demak Dachirin Said berharap, adanya Apdesi dinilai mampu menyatukan desa sehingga pembangunan didesa tetap dapat diperjuangkan terus. (hib/fth)
Sumber : RADARSEMARANG