Demak – Suasana sakral dan meriah mewarnai pelaksanaan tradisi Syawalan di wilayah pesisir Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak yang melibatkan tiga desa sekaligus, yakni Morodemak, Margolinduk, dan Purworejo, Senin (7/4/2025). Puliuhan perahu nelayan bergerak bersama menuju ke tengah laut
Tradisi tahunan ini menjadi wujud rasa syukur para nelayan atas limpahan hasil laut serta harapan akan keselamatan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.Kegiatan dipusatkan di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Morodemak, yang dihiasi kapal-kapal nelayan dengan ornamen khas laut.
Tradisi puncak berupa larung kepala kerbau ke laut lepas menjadi simbol utama sedekah laut, diiringi dengan doa bersama, istighotsah, serta pagelaran wayang kulit pada malam harinya.Tradisi ini adalah kearifan lokal yang masih dilestarikan hingga sekarang
Kepala Desa Purworejo, Rifki Salafudin, menyampaikan bahwa tradisi larungan ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi pengikat kuat antar warga tiga desa pesisir.Meskipun jaman telah berubah digital namun tradisi ini tetap berjalan seperti dulu. Itu semua menujukkan nelayan masih menghargai dan menghormati para leluhurnya dahulu
“Selama setahun terakhir, hasil tangkapan nelayan cukup baik. Melalui sedekah laut ini, kita bersyukur kepada Allah SWT sekaligus memohon perlindungan bagi para nelayan agar terhindar dari bahaya saat melaut,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa sedekah laut tidak hanya sebagai perwujudan syukur manusia, tetapi juga bagian dari kesadaran untuk menjaga keseimbangan dengan alam dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan.Selan itu sebagai perwujudan kerukunan antar nelayan yang setiap hari mencari nafkah dilaut
Tradisi ini diprakarsai oleh Paguyuban Nelayan dari tiga desa tersebut, dengan dukungan penuh dari pemerintah desa, karang taruna, serta berbagai unsur masyarakat. Kehadiran pejabat setempat, unsur Forkompincam, hingga para ulama dari tiga desa, turut menambah khidmat jalannya acara.
Lebih dari sekadar ritual, Syawalan tiga desa ini menjadi momentum mempererat persaudaraan, gotong royong, dan identitas kultural masyarakat pesisir Demak. Apapun kondisi ini tetap berjalan
“Tradisi ini mengingatkan kita bahwa kebersamaan adalah kekuatan utama. Jika masyarakat kompak dan saling mendukung, insyaAllah segala tantangan bisa kita hadapi bersama,” pungkas Rifki.
Meskipun ada beberapa eleman masyarakat yang kurang berkenan dengan adanya kegiatan larungan kepala kerbau ditinjau dari kajian hukum agama Islanm. Namun tradisi ini masih ada dan itu semua ditujukan kepada memohon rahmat dan ridlo Allah SWT . Agar semua nelayan diberikan rejeki tyang berlimpah pada tahun tahun mendatang . (Red-kmf/apj).