Jepara – Harga garam saat ini masih menjanjikan sehingga pelaku di sektor garam baik petambak maupun para penjual saat ini untung besar . Oleh karena itu pada bulan Mei tahun 2024 petambak di Jepara banyak yang sudah terjun ke tambak untuk mengawali proses pembuatan garam.
Salah satunya adalah pak Muhalim warga desa Kedungmutih kecamatan Wedung kabupaten Demak yang mempunyai lahan garam sewa di desa Panggung kecamatan Kedung kabupaten Jepara. Jarak dari rumahnya menuju ke tambak sekitar 5 kilometer dandijalani dengan naik sepeda motor.
Meski tidak mempunyai lahan garam namun setiap tahun ia menggarap lahan garam dengan system sewa . Meski kadang harus berpindah piundah tempat garapan. Namun karena kehidupan hariannya dari hasil garam ia jalani dengan senang hati.
Selain lama berkecimpung membuat garam ia mendapat pengetahuan membuat garam dari Dr. Ir. Sudarto ,MM pakar dan peneliti garam sehingga garam yang dibuatnya mempunyai kualitas dan kuantitas diatas rata rata. Selain garamnya putih bersih kandungan Na Clnya tinggi. Hasil yang didapatkan juga lebih banyak dengan system biasa,
“ Memang mengajak petambak untuk alih teknologi membuat garam memang sulit . Mereka cenderung ingin cepat panen itu saja. Tidak memikirkan bagaimana kualitas garamnya dan juga hasilnya . Kerja keras tetapi hasil biasa biasa saja , namun jika mau alih teknologi kualitas bagus hasil berlipat “, kata Muhalim padsa kabarseputarmuria Jum’at 10/5/2024.
Muhalim mempunyai cara membuat garam yang berbeda dengan petambak lain. Waktu panen untuk petambak kebanyakan waktunya sekitar 5-10 hari . Namun ia memanen garam di lahan kristalisasi paling cepat 20 hari bahkan bisa 1 bulan sekali. Sehingga ketika temannya sudah mulai panen ia menunggu garam tua di lahan.
“ Memang kelihatannya lambat di awal karena sana sana sudah panen saya belum panen .Namun setelah berjalan tiap 5 atau 6 hari sekali . Dari lahan seluas 7000 meter ini saya buat 6 meja kristalisasi . Kalau yang lain kalau sudah panen raya setiap hari panen kalau saya tidak “, tambah Muhalim yang aktif di SIBAT PMI Demak.
Meski panen 5 – 6 hari sekali namun hasil garam dalam meja kristalisasi jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan setiap hari panen. Sebagai contoh jika system biasa satu bulan di panen 5-6 kali dengan hasil garam mulai dikit terus naik, Namun jika di panen satu bulan hasilnya lebih maksimal karena dalam jangka 1 bulan air sudah benar benar tua.
“ Membuat meja kristalisasi saya juga menerapkan tidak lebar lebar . Namun saya sesuaikan dengan kondisi membrane paling lebarnya maksimal 2 kali lebar gemembram. Sedangkan panjangnya saya buat maksimal 35 meter “, kata Muhalim.
Selain itu ia juga menerapkan mengoptimalkan sisa sisa air tua ketika berakhirnya masa pembuatan garam karena musim hujan telah tiba. Caranya ketika musim garam berakhir air tua tidak ia buang percuma namun ia simpan di tempat yang tinggi. Kalau masih ada simpanan garam air tua itu untuk mengairi garam yang disimpan.
“ Ini garam hasil akhir panen dan hasilnya awalnya tidak putih bersih seperti ini . Ini hasil fermentasi air tua di dalam garam yang saya simpan di thunnel ini yang berfungsi sebagai gudang garam. Kalau petambak lain menyimpan garam dengan system kering . Namun saya menyimpan garam dengan system basah karena saya rendam dengan air tua “, tambahnya.
Dari praktek pembuatan garam dengan teknplogi baru ini hasil garam yang dihasilkan selin kualitasnya diatas rata rata juga jumlah hasil panennya lebih banyak dibandingkan dengan petambak lain. Dari lahan seluas 7.000 meter persegi tersebu pada tahun 2023 ia mendapatkan hasil garam sekitar 150 ton . 100 ton sudah dijual ketika awal panen sampai akhir sedangkan simpanan garam di thunnel ada 50 ton.
“ Untuk harganya awal panen garam saya laku Rp 350 ribu per kwintal , dan akhir panen masih diatas Rp 100 ribu . Kalau ini ya masih diatas 100 ribu setiap kwintalnya. Coba bandingkan dengan petani lain dengan luas lahan sama “, tantang Muhalim.
Bagi pak Muhalim membuat garam bukan sekedar bagaimana jadi kristal berwarna putih saja . Namun kualitas ia pentingkan sehingga dari pembelajaran pembuatan garam dengan tekologi baru hasil penelitan Pak Sudarto ia terapkan . Sehingga hasil garam benar benar kualitas tinggi.
Namun yang ia sayangkan belum adanya penghargaan terhadap kualitas garam yang baik tersebut baik dari segi harga dan pemasaran , Sehingga petambak sulit diajak untuk alih teknologi . Mereka masih membuat garam dengan system lama dan kualitas dan kauntitasnya biasa biasa saja.
“ Mudah mudahan ada perhatian dari pemerintah bagaimana kualitas serta kuantitas garam yang baik dihargai dan di support. Misalnya lewat bantuan pinjaman lunak dan juga peralatan pembuatan garam . Kalau garam kualitas bagus laku tinggi pasti petambak akan membuat secara bersama sama “, tutup Muhalim.
( Pak Muin )