Jepara – Harga garam yang tinggi membuat rejeki tak terduga bagi penggarap lahan garam . Dari jualan garam ini ada beberapa petambak yang bisa beli lahan garam. Biasanya mereka menyimpan garam ketika harga jatuh .Lalu menjualnya  ketika harga tinggi berlipat .

Salah satu petambak garam yang beruntung ini adalah Ngadiman warga desa Panggung kecamatan Kedung . Pria asli Boyolali ini dulunya kerja sebagai tukang las yang menerima jasa las besi. Di sela sela waktu ngelas ia gunakan untuk menggarap lahan garam yang disewanya. Dari ketekunan menggarap lahan sew aini ia bisa membeli lahan garam.

“ Saya menggarap lahan sendiri sudah 6 tahun ini . Tambak ini saya beli seharga Rp 500 juta Sebagian besar dari hasil jual garam . Selain itu ada juga uang simpanan sedikit. Tapi yang paling banyak uang dari jual garam ketika harga bagus “, cerita pak Ngadiman pada kabarseputarmuria  Selas 6/6/2023.

Ia ingat ketika itu harga garam jatuh karena panen garam yang lama . Ketika itu gudang utama sudah penuh iapun membuat Gudang lagi. Garam itu setahun dibiarkan saja karena tidak ada kenaikan. Begitu juga tahun selanjutnya ia hanya menjual garam hasil setahun karena harga garam masih rendah.

“ Nah setelah tiga tahun berlalu musim kemarau taka da panasnya sehingga produksi garam sangat minim sekali . Nah ketika itu garam saya jual kalau tak salah harga pada waktu itu Rp 350 setiap kuintalnya “, kenang Ngadiman.

Sebagai petambak garam menurut Ngadiman harus tekun menggarap lahannya. Meski pun harga murah harus tetap membuat garam. Apalagi jika harga mahal seperti saat ini semakin cepat persiapan semakin cepat penen. Dengan harga yang bagus ini sekali panen sudah jutaan rupiah.

“ Harga garam  saat ini perkeranjang masih dikisaran Rp 300 ribu misalnya . Sekali panan paling sedikit dapagt 5 keranjang sudah dapat uang Rp 1,5 juta . Kalau dapat 20 misalnya uang yang didapat bisa dihitung sendiri. Padahal kalau sudah panen raya satu kali panen bisa dapat 30 keranjang”, imbuh Ngadiman.

Meski asli dari pegunungan namun karena sudah puluhan tinggal di pantai Ngadiman tak canggung lagi membuat garam. Sehingga selain menggarap lahan sendiri ia masih menyewa lahan milik orang lain. Untuk tenaganya jika kekurangan ia mengambil tenaga atau pekerja yang di beri upah Rp 120 ribu sehari. (Muin)