Jepara  – Awal mula kemunculan rokok poden ditandai dari pesta sosial yang digelar masyarakat entah pesat pernikahan,sunatn atau yang lainnya  . Penyumbang memberikan rokok, kemudian dijual oleh penerima sumbangan untuk memperoleh uang tunai guna menutup biaya hajatan. Rokok tersebut kemudian dijual kepada pemilik toko/peorangan lalu dijual lagi kepada masyarakat khususnya orang yang akan menyumbang.

Rokok Poden berasal dari rokok-rokok yang telah populer di masyarakat Jepara seperti Djarum dan Sukun yang diproduksi di Kudus. Penyebutan poden merujuk pada peruntukan rokok khusus sumbangan dan jual-belikan  oleh di masyarakat.Biasanya dilakukan pada bulan bulan orang punya hajatan.

Namun, ada juga kasus, yaitu rokok diduga ilegal digunakan penyumbang. Bungkusnya merek ternama seperti Djarum dan Sukun, namun isinya merek lain yang tidak populer.Namun hal ini jarang ditemukan  meskipun ada celah untuk melakukn hal tersebut .Seperti yang
dialami Mbak Rip, menemukan rokok palsu saat menjual podennya usai menggelar pesta pernikahan anaknya tahun 2015. Pembeli megembalikan, karena rokok Sukun yang dijual ternyata palsu. Isi dan bungkus beda. Bungkus Sukun tapi, isi rokok kampung bernama Dukun.

Dia menemukan rokok aneh lainnya yakni dua bungkus Djarum isinya tatal kayu (serbuk gergaji). Tidak sampai di situ, kodennya dibeli lima bungkus oleh orang Kudus dengan maksud dijual lagi, ternyata kedaluwarsa semua, sehingga tidak bisa dijual lagi.

Selamet (47) warga Desa Robayan, RT 1 RW 5, Kecamatan Kalinyamatan, Jepara juga pernah kecolongan mendapatkan koden palsu. Kemasannya Sukun, tapi isinya rokok kampung bermerek Rukun dan Sakun. Namun, saat diminta bukti rokok tersebut baik Mbak Rip maupun Selamet, kompak mengaku sudah tidak ada dan dibuang.

Merek-merek aneh tersebut beredar tanpa dilabeli cukai alias ilegal. Rokok itu tidak juga digunakan untuk menyumbang, karena nilai ekonomisnya kecil dibanding rokok merek populer dan resmi lainnya. Penggunaan rokok ilegal dan palsu diperkirakan untuk menyiasati cekaknya biaya penyumbang dan bagian dari konsekuensi sebuah tradisi.

Risiko tertipu koden palsu membuat Muta’anah (41), pemilik warung kopi di Desa Kriyan RT 3 RW 1, Kecamatan Kalinyamatan, Jepara, menghindari orang yang menjual poden ke warungnya, meski pelanggannya banyak. “Lebih baik beli rokok standar, lebih mahal dikit tapi tidak bakal dipaido pelanggan,” katanya.

Poden ini semula tidak untuk konsumsi. Hanya untuk kepentingan menyumbang, sehingga, harganya lebih murah dibanding harga rokok pada umumnya. Selisih harga ditimbulkan, karena rokok telah melewati beberapa waktu, sehingga tidak lagi dalam kondisi baru. Harga koden per slop bisa lebih murah Rp 5.000 sampai Rp 15.000 dibandingkan harga rokok merek sama dan baru.

Salah satu penjual rokok poden, Sugeng (38) Desa Langgon RT 1 RW 1, Kecamatan Tahunan, Jepara, memilih untuk menjual dalam bentuk utuh. Masih ada segel dan bungkusnya utuh. Pria yang sehari-hari menjual nasi kucing di depan lapangan sepakbola di Kecamatan Tahunan, Jepara itu, tidak menjual eceran, karena cita rasa rokok dipastikan sudah beda.
“Kasihan pembelinya, mas,” ujar Sugeng.

Sugeng hanya menjual rokok poden di wilayah sekitar rumahnya saja. Stok rokok itu, pun tidak selalu ada. “Pas ada yang mau jual saja saya beli,” imbuhnya.

Rokok poden, tambah Sugeng, harus habis dalam seminggu. Jika melebihi seminggu, ia akan jual kembali ke toko yang lebih besar dari miliknya. Sugeng rata-rata menghabiskan uang sekitar Rp 4 juta untuk membeli rokok poden. Dengan menjual kembali, Sugeng dapat menangguk untung Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu perbungkus.

Pemilik toko lainnya, Selamet mengakui, rokok dengan merek yang telah dikenal dan populer bakal laku keras. Namun, dia mensyaratkan kepada pemilik rokok poden yang akan dijual kepadanya untuk juga membeli juga dagangannya. Penjual diharuskan membeli juga barang dagangannya seperti beras, gula, kardus.

Syarat lain yang diajukan Selamet kepada calon penjual adalah soal tanggal kedaluwarsa. Rokok yang habis masanya, ditolak demi menghindari komplain pembelinya.

Sumber Tulisan : www.dutaislam.com