Demak –  5 September 2017, Ratusan Warga Desa Kalisari Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak yang terdiri dari bapak bapak, ibu ibu remaja dan anak anak hari ini   menggelar aksi damai di Polres Demak dan Pendopo Kabupaten Demak.

Ratusan warga Kalisari tersebut ke Polres Demak dengan maksud mengucapkan terimakasih, pada Kapolres Demak dan jajaranya karena responsif  terhadap laporan     warga sebelumnya. Yaitu proses pengerukan tanah bengkok itu dihentikan.

Mereka  juga mendukung Kapolres Demak beserta jajaranya untuk mengusut kasus ini secara proporsional dan profesional, cepat, tepat dan akuntabel Karena Warga menganggap selana ini kepala Desanya telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri sehingga menyebabkan kerugian terhadap desa  salah satunya dari pengurukan tanah bengkok  itu.

Ali Subchan koordinator aksi menyampaikan  setelah dari Polres warga  selanjutnya    menemui  Bupati Demak  untuk menyampaikan  , selama ini kepala desanya  dinilai arogan, angkuh, otoriter. Selain itu juga menyampaikan ada beberapa persoalan didesanya  yaitu dugaan korupsi dalam proyek yang saat ini di kerjakan oleh desa, yang seharusnya dinikmati oleh warga tapi pada kenyataanya dinikmati oleh kepala desa itu sendiri.

Sementara itu praktisi hukum dari LBH Demak Raya sekaligus Sekretaris DPC Ikadin Kab. Demak Abdul Rokhim bila benar apa yang disampaikan oleh warga, maka itu sangat bertentangan dengan peraturan yang ada. “Berdasarkan Undang Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang namanya aset desa diperuntukan atau dikelola untuk kesejahteraan masyarakatnya dalam meningkatkan pembangunan desa.

Disamping itu harus dikaji terlebih dahulu dasar hukum kebijakan memungut hasil penjual tanah urug tersebut, jika kebijakan tersebut tidak mempunyai payung hukum yang jelas maka dapat dikatakan masuk kategori Pungli, pelaku pungli bisa dijerat Pasal dalam KUHP selain itu Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ia mengatakan umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.

Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor, ujar advokat muda yang juga sekretaris DPC Ikadin Kab. Demak ini. Lebih lanjut Rokhim menambahkan “Pungli itu bisa kita katakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 e di sana dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.