Upaya menolak pembangunan pabrik semen di wilayah pantura mendapatkan momen pada bulan syawal tatkala pemudik balik ke rantau untuk mengais rizki. Penolakan di antaranya dilampiaskan dengan tradisi kupatan dengan nama kupatan Gunung Kendeng di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang Jawa Tengah pada Rabu 22 Juli 2015 lalu.
Acara dilanjutkan dengan mengarak gunungan ketupat keliling desa dengan membagikan ketupat yang dibawa pengarak dengan tebok. Pamflet yang berisi ajakan melindungi kawasan Gunung Kendeng agar tidak dijadikan industri semen pun disebarkan. Gerakan dipicu kekhawatiran musnahnya keragaman budaya dan potensi hayati.
Ada pula yang menutup akses jalur pantura pada Kamis 23 Juli 2015 tepatnya di jalan Kudus-Pati km 6 di Desa Sokokulon, Kecamatan Margorejo, Pati Jawa Tengah. Hampir 3.500 pendemo menamakan ahli waris Gunung Kendeng, yang terdiri JMPPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng), Likra, Atos, Gasong, Gamurang, dan Apel.
Dugaan kuat ada di antara mereka yang diduga melakukan perusakan pos pengamanan mudik milik Polres Pati, ada pula yang diduga melakukan penjarahan ban pedagang ban di pinggir jalan pantura. Ada pula yang jelas-jelas mengganggu pengguna jalan pantura dengan menutup akses jalan sembari membakar ban sehingga arus jalan pantura dialihkan karena darurat.
Menyikapi hal ini, Moh. Rosyid sebagai peneliti Samin juga pemerhati sejarah dari STAIN Kudus perlu urun rembuk karena dugaan dan pemahaman publik bahwa warga Samin tergabung dalam JMPPK berarti ikut terlibat sebagai pendemo. Meski ada tepisan bahwa saat demonstrasi, warga Samin yang menolak semen sedang mengadakan acara halal bi halal di Desa Sukolilo Pati.
Tepisan tersebut dipandang sebagian publik sebagai upaya melepaskan tudingan terhadap warga Samin yang berdemo sebagai wujud tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, efek samping aksi penolakan sebagian warga Samin terhadap pembangunan pabrik semen di Pantura dan dituduh ikut demo pada 22 Juli lalu sebagai konsekuensi.
Bila tidak ingin terkena getah, upaya yang harus dilakukan dengan membebaskan diri dari ‘permainan’. Pro dan kontra pada diri komunitas Samin terutama di Pati karena cara pandang terhadap industri. Bagi yang menolak, untuk mengamankan sumber air dan pelestarian area pertanian. Adapun bagi yang tidak menolak, industri tak identik dengan kerusakan alam. Pada fase berikutnya, penolakan yang dilakukan warga Sakin diduga tidak murni lagi.( Ros )