Demak – Usaha garam rakyat di kabupaten Demak yang bersentra di 6 desa di kecamatan Wedung cikal bakalnya dari desa Kedungmutih. Dari desa pesisir perbatasan Demak dan Jepara inilah selanjutnya berkembang biak sampai sekarang tidak hanya Demak saja tetapi beberapa desa di Jepara juga mencoba membuat garam. Akhirnya dua kabupaten ini juga menjadi salah satu penghasil garam di Indonesia
“ Saya dulu belajar membuat garam ini dari anemer Rembang namanya pak Kasdiran. Dia mahir membuat garam didatangkan ke desa Kedungmutih untuk melatih petani tambak untuk membuat garam “, cerita Mbah Mafwan (65) petani garam dari desa Kedungmutih pada FORMASS, Jum’at (26/9).
Mbah Mafwan mengatakan , dulu tambak di desa Kedungmutih hanya menghasilkan udang dan ikan saja. Melihat hasil garam yang cukup lumayan maka salah satu petambak datang ke daerah Rembang untuk melihat cara membuat garam. Gayungpun bersambut kedatangan petambak dari Demak diterima dengan baik oleh petani garam dari Rembang. Agar pembelajaran lebih cepat maka beberapa ahli pembuat garam didatangkan ke desa Kedungmutih.
Salah satunya adalah pak Kasdiran yang dikenal handal membuat garam. Pak Kasdiranpun mengubah lahan tambak ikan milik salah satu petambak dari desa Kedungmutih untuk di ubah menjadi lahan yang menghasilkan garam.
“ Nah dari percobaan itu hasilnya baik dan menghasilkan garam seperti garam dari daerah asalnya. Tahun berikutnya beberapa wargapun mencoba untuk membuat garam di lahan tambak sesuai dengan yang diajarkan oleh pak Kasdiran . Termasuk saya sendiri mencoba hasilnya sampai sekarang saya terus membuat garam “, tambah mbah Mafwan.
Menurut mbah Mafwan membuat garam tidak sulit kuncinya adalah membuat air menjadi tua. Adapun caranya adalah membuat petak-petak secara berurutan kemudian diisi air laut. Agar menjadi tua air itu dipindahkan dari petak satu ke petak lainnya . Untuk tempat pemanenan garam namanya meja kristal (kowen: bhs Jawa) . Meja kristal ini harus kedap air sehingga perlu perataan dan pemadatan. Meja-meja kristalisasi garam itu jumlahnya tergantung lahan garam yang digarap.
Makin luas lahan jumlah meja kristal makin banyak biasanya maksimal tiga puluh persen dari lahan garapan. Setelah meja kristal dipadatkan dan juga dilicinkan dengan alat “slender” dari pipa paralon besar yang diisi cor semen. Meja kristal itu diisi dengan air yang sudah tua minimal 23 . Dalam waktu 6 – 7 hari air tersebut menjadi kristal garam yang siap di panen.
“ Awal panen dulu satu meja kristal ini hanya mendapatkan garam 40 keranjang. Namun saat ini satu kali ambil satu meja ini bisa dapat garam 100 keranjang kurang lebih 4 ton “, kata Mbah Mafwan. Meja kristal di lahan garam mbah Mafwan termasuk besar panjangnya sekitar 25 meter , sedangkan lebarnya 15 meter. Saat ini yang jadi meja kristalisasi sebanyak 8 buah .
Dari kedelapan buah meja kristal itu saat ini ia telah mendapatkan garam 2.000 keranjangan dengan berat rata-rata perkeranjang 40 Kilogram. Sehingga sampai bulan akhir bulan September ini ia telah menghasilkan garam 80 ton.
“ Sampai saat ini saya belum pernah menjual garam ke tengkulak. Garam-garam ini saya simpan sendiri di gudang itu. Adapun biaya angkutnya satu keranjang Rp 1.500,- . Kita jual nanti habis musim garam atau musim penghujan “, kata mbah Mafwan lagi.
Menurut Mbah Mafwan membuat garam masih layak dan cukup untuk hidup sehari-hari. Apalagi jika harga garam bisa stabil seperti tahun ini. Satu keranjang garam kualitas umum masih dihargai Rp 38 ribu – 40 ribu rupiah perkwintal . Sedangkan kualitas bagus harganya berkisar Rp 50 ribu – 55 ribu rupiah. Jika harga ini terus bertahan sampai akhir masa garam petani garam akan untung yang lumayan.(Muin)