PRAMONO
Kabid. Kelautan Perikanan KTNA Jateng

Problematika usaha kapal tangkap ikan saat ini
1. Sejak awal pandemic covid19 di tanah air sekitar pertengahan tahun 2020 yang lalu kondisi usaha sektor perikanan tangkap mengalami penurunan (slowdown), hal ini dikarenakan aktivitas penjualan ikan tidak berjalan dengan normal. Negara-negara tujuan eksport ikan memberlakukan lockdown seperti China, India, Malaysia, Thailand dan Taiwan sehingga kegiatan eksport ikan dibatasi begitupun penjualan ikan di dalam negeri menurun karena resto dan hotel juga banyak yang tutup

2. Pada saat yang sama, hasil tangkapan ikan di laut juga mengalami penurunan.
Kapal nelayan 5 GT sd 30 GT beroperasi di laut jawa dan yang berukuran di atas 30GT mayoritas menangkap ikan di Indonesia Timur Sejak tahun 2020 yang lalu mengalami penurunan hasil tangkapan, diduga hal ini berkaitan dengan dampak perubahan cuaca global (Climat Change) sehingga ikan mencari posisi perairan yang lebih dalam. Akibatnya kapal menangkap ikan membutuhkan waktu yang lebih lama, biasanya kapal pulang dalam waktu 3 bulan sekarang ini kapal baru pulang sekitar 5 bulan dan membutuhkan perbekalan yang lebih banyak.
Ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi pemilik kapal dan nelayan. Harga ikan menurun sekitar 20% sd 30% dan kebutuhan perbekalan kapal semakin tinggi terutama bbm/solar yang harganya mahal. Hampir 70% biaya perbekalan untuk membeli solar. Dampak dari dua hal di atas pendapatan nelayan turun hampir setengahnya.

3. Ternyata tantangan sebagai pengusaha perikanan dan nelayan belum selesai di dua hal tadi, harga ikan menurun dan biaya perbekalan meningkat.
Di awal tahun 2021 Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan PP85 tahun 2021 dan Kepmen86 tahun 2021. Salah satu isi dari peraturan tersebut adalah mengatur harga pokok ikan meningkat. Dan setelah kita pelajari harga ikan yang di atur dalam Kepmen86 tahun 2021 tersebut lebih tinggi dari harga real dipasaran saat ini. Sangat disayangkan pemerintah menerbitkan Kepmen tersebut dalam situasi seperti ini.
Akibat harga patokan ikan yang tinggi mengakibatkan tarif PNBP kapal tangkap ikan juga meningkat/naik.
Rumuasan Tarif PNBP : % tariff x Harga Pokok Ikan X Produktifitas X Ukuran Kapal
Secara spontan hampir semua nelayan di tanah air menolak berlakunya Kepmen 86 dan PP85 tersebut. Bahkan terjadi aksi demonstrasi dibanyak tempat yang menuntut agar pemerintah membatalkan berlakunya Kepmen 86 dan PP85 tersebut.
Selain demonstrasi nelayan juga melakukan dialog dan audiensi dengan beberapa pihak terkait agar pemerintah bisa memahami kondisi yang sedang kami alami

4. Di akhir tahun 2021 ini harga BBM/Solar selalu naik
Pertamina selaku regulator harga BBM di tanah air merilis harga baru Solar Non Subsidi setiap 2 pekan sekali dan yang membuat sedih sejak awal tahun harga solar non subsidi selalu naik, Tentunya dengan semakin meningkatnya harga solar non subsidi menjadi beban baru bagi Nelayan dan pelaku usaha Perikanan tangkap. Di sisi lain kelangkaan solar subsidi untuk nelayan kecil juga langka.

5. Perijinan Surat-surat Kapal seperti SIUP dan SIPI mengalami hambatan
Dan yang terakhir hambatan Nelayan adalah terkait surat-surat ijin operasi kapal yang dikeluarkan oleh KKP mengalami banyak hambatan.
Sejak polemik tentang tarif PNBP baru yang belum selesei banyak kapal yang ingin mengurus perpanjangan SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) belum bisa terbit padahal sudah di tempuh lebih dari satu bulan (tahun sebelumnya perpanjangan SIPI ini tidak sampai satu bulan). Kami memohon kepada kementrian KP untuk menormalkan kembali sebagaimana sebelumnya sudah berjalan cukup baik dan cukup cepat. Pelaku usaha sangat membutuhkan dukungan dan kemudahan dari pemerintah terkait perijinan ini.

Demikian catatan berbagai kendala yang yang dialami Nelayan dan Pelaku usaha perikanan tangkap saat ini.

Berharap hal ini bisa disampaikan kepada KTNA Nasional untuk di sampaikan ke Menteri KKP.