Demak – Petambak garam yang memproduksi garam krosok dulu tak mengenal teknologi  geomembran atau geo isolator . Mereka membuat atau memproduksi garam menggunakan meja kristalisasi berupa tanah . Sehingga ketika diperkenalkan teknologi menggunakan pelapis berupa plastic berwarna hitam mereka enggan menggunakan. Bahkan ketika mereka diberikan bantuan justru geomembran mereka jual. Ada yang untuk alas jemur gabah banyak pula yang digunakan untuk pelapis atap rumah agar tidak bocor.

Namun setelah mereka merasakan manfaat geomembran ini mereka ramai ramai beli ke pemasok plastic hitam ini. Meskipun harganya kini mahal namun mereka tetap membelinya karena hanya menggunakan geomembran inilah petambak garam mudah membuat garam , kualitas bagus dan juga cepat panen. Meskipun harus mengeluarkan puluhan juta untuk satu satu komplek lahan garam hal itu tidak menjadi halangan.

Zaedun (40) petambak garam dari desa Kedungmutih kecamatan Wedung mengatakan , geomembran saat ini peralatan utama untuk membuat garam. Tanpa penggunaan geomembran waktu panen garam lebih lama. Apalagi jika cuaca tidak bersahabat alias banyak hujan maka geomembran wajib digunakan . Jika tidak ada geomembran jangan harap bisa memanen garam dengan cepat dan kualitas bagus.

“ Dulu pernah ada bantuan geomembran dari Pemerintah karena tidak tahu atau belum mencoba banyak yang dijual karena belum tahu manfaatnya. Dulu dijual murah padahal kualitasnya bagus pergulung hanya di jual Rp 600 ribu – 700 ribu. Padahal harga normal  pada waktu itu pergulung bisa nyampai Rp 2-3 juta rupiah. Contoh ini saya beli yang agak tipis pergulung sekarang Rp 1,6 juta . Geoemmbran bantuan dulu yang dijual kualitasnya bagus dan plastic agak tebal “, tambah Zaedun.

Zaedun menambahkan untuk lahan garam yang digarapnya tahun ini ia paling sedikit butuh geoemmbran 8 gulung . Kalau pergulung Rp 1,6 juta maka modal yang dibutuhkan untuk membeli geomembran saja sudah 13 jutaan. Selain itu masih butuh lagi modal untuk membeli peralatan lain seperti kincir angin , slender dan juga tenaga kerja harian untuk memulai membuat garam. Melihat kondisi harga garam yang murah ini zaedun tidak membeli geomembran sesuai target namun ia membeli menurut kemampuan keuangannya saja.

“ Ya gimana lagi sekarang buat garam modal banyak jadi saya beli gemembran 3 gulun dulu sidanya kalau garam sudah panen kita jual untuk membeli geemembran lagi. Ya salah satunya kita harapkan bantuan pemerintah berupa geomembran seperti yang dulu. Saat iniyang dapat hanya beberapa petani yang masuk program lahan integrasi saja “, tambah Zaedun sambuil memasang geomembran di lahannya yang dibantu bebera tenaga bayaran.

Selain itu ia berharap ada kenauikan harga garam yang dalam kondisi mulai panen raya di bawah standart baiaya operasional. Mestinya harga garam kekinian ya diatas Rp 50 ribu untuk garam umum. Sedangkan garam KW 1 idealnya diatas Rp 50 ribu. Namun kenyataanya harga garam saat ini perkwintanya baru Rp 30 -40 ribu perkwintal di lahan . Jika semua peralatan baru harga garam tersebut jelas tidak bisa menutup biaya operasioan alias petambak merugi.Apalagi petambak garam sistem sewa biayanya lebih banyak lagi . (Muin)