Jepara – Hujan yang turun di bulan ini membuat produksi garam rakyat di Jepara terhenti .Namun setelah panas beberapa hari garam masih dapat di panen lagi.Hal ini karena penggunaan geoisolator atau plastik hitam yang dipasang di lahan kristalisasi garam
Geoisolator itu pertama kali diperkenalkan oleh Dr.Sudarto,MM peneliti garam . Ia menemukan teknologi geoisolator yang kemudian diujicobakan ke petambak .Akhirnya teknologi ini diterapkan dan semua petambak garam karena hasilnya bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas .
Sugiman petambak garam dari desa Kedungmalang mengatakan,semenjak adanya geoisolator ini membuat garam lebih mudah. Contohnya tahun ini jika mengandalkan meja kristalisasi tanah ia setelah hujan tidak bisa panen lagi.Namun dengan adanya geoisolator ini meski usai hujan jika ada panas lagi tiga hari lahan garam masih bisa menghasilkan garam.
” Usai hujan meja kristalisasi kita kuras atau bersihkan air hujannya,setelah itu kita isi lagi air tua setelah panas 3-4 hari lahan ini masih bisa menghasilkan garam ” kata Sugiman pada kabarseputarmuria di lahan garam yang disewanya.
Ia menambahkan jika tak memakai geoisolator jika hujan meja kristalisasi tidak bisa lagi nenghasilkan garam dengan cepat. Meja kristalisasi harus di kuras ,dikeringkan dan dilicinkan lagi. Itu membutuhkan waktu yang lama sehingga jika musim kemaraunya banyak hujan sulit untuk bisa di panen lagi.
” Ya karena ini lahan sewa dan biaya sewa belum masuk jika madih ada panen saya coba terus garap lahan ini .Mudah mudahan bisa menutup biaya sewanya Meski rugi ya tidak begitu banyak “,kata Pak Sugiman
Tahun ini membuat garam menurut pak Sugiman cukup sulit karena banyak hujannya.Hasil panen garam tahun ini belum ada separuhnya dibandingkan tahun lalu.Selain itu harganya juga rendah sehingga diperkirakan penggarapan lahan tahun ini mengalami kerugian.
” Ya gimana lagi usaha ya kadang untung ,ya kadang rugi itu semua harus kita jalani.Kondisi tahun ini memang tidak sebagus tahun lalu atau tahun sebelumbnya “,tambah pak Sugiman
Namun demikian pak Sugiman mengaku ia menyewa lahan garam oernah untung besar ketika harga garam mencapai Rp 300 ribu perkwintalnya .Ia bisa menyewa lahan garam, memperbaiki rumah ,beli motor dan kebutuhan lain bisa terpenuhi.Meski tak punya lahan garam sendiri ia pernah merasakan manisnya membuat garam rakyat.Ia berharap kejadian itu bisa terulang kembali.(Muin)