KUDUS-Menjelang usia seabad Madrasah NU TBS Kudus ribuan alumni yang tergabung dalam Ikatan Santri Abiturien (IKSAB) berkumpul di Halaman MA NU TBS Kudus di Jalan KH Turaichan Adjuri Kota Kudus, Sabtu (16/2/2019) siang. Mereka datang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia.
Pada siang hari ini, menyambut hari lahir madrasah yang ke 93 tahun akan diadakan temu kolektor sebagai bentuk kepedulian agar sejarah madrasah tidak dipelintir pihak-pihak lain dan dinilai merugikan internal sekolah maupun para alumni.
Ketua Panitia Kegiatan Harlah TBS ke-93 tahun Saiq Karim mengatakan sekira 5000 manuskrip kuno berisi sejarah pendirian madrasah hingga perkembangan saat ini dari para alumni baik bersumber buletin sekolah, kartu pembayaran iuran bulanan maupun koleksi foto-foto lama akan didokumentasi ulang.
“Alumni TBS ini tidak terkira jumlahnya ada yang sudah menjadi pejabat di kementerian, duta besar, akademisi, tokoh agama dan aktivis. Inisiatif pengumpulan bukti sejarah madrasah bermula ketika ada pihak luar memanfaatkan nama besar sekolah untuk kepentingan tertentu,” terangnya di lokasi Sabtu (16/2/2019)
Menurut Karim sejak kemunculan berita palsu yang beredar di media sosial dengan klaim madrasah pernah berkompromi dengan Belanda saat era pra kemerdekaan RI dianggap mencoreng kebesaran almamater. Atas penulisan sejarah oleh pihak luar tanpa sumber jelas bahkan cenderung dipolitisasi itu membuat ribuan alumni tergerak dan mendokumentasikan fakta sejarah sebenarnya.
Pada pertemuan kali ini lanjut Karim, para alumni dibebaskan membawa berbagai hal yang berkaitan dengan kesejarahan madrasah. Seusai dikumpulkan dan diverifikasi dokumen tersebut bakal dipamerkan saat acara puncak usia madrasah satu abad dengan tajuk “Lebih Dekat dengan Sejarah TBS”
“Agar semua pihak dapat mengetahui tidak hanya alumni akan disusun dalam bentuk buku berjudul ‘Ensiklopedi Sejarah TBS’. Mereka para alumni atau bukan boleh datang langsung membawa foto tempo doeloe saat studi atau di pesantren TBS,” katanya
Seorang alumni MA NU TBS Kudus tahun 1998 asal Semarang Muhammad Rosidi mengaku datang membawa foto gedung madrasah dan isi kelas di era sifir. Ia mengaku mendapat dokumen lawas itu dari anggota keluarganya yang pernah sekolah dan mondok di pesantren Kudus.
Rosidi prihatin melihat informasi yang tidak benar dari sebuah buku yang mencatut nama madrasahnya dan memancing reaksi negatif dari para alumni. Dikatakannya, dalam buku dimana ia enggan menyebutkan judulnya dinilai tidak hormat karena menuliskan ulama besar asal Kudus KH Ma’mun Achmad dan tercatat sebagai pengampu mata pelajaran di MA NU TBS Kudus adalah kiai desa yang keilmuannya biasa saja.
“Itu penghinaan bagi kami para alumni, ini kalau dibiarkan bisa berbahaya apalagi penulisan sejarah pada buku itu tidak ada sumber jelas semisal keluarga atau para siswa dan santri maupun tokoh ulama seangkatan. Jadi minim verifikasi asal comot dan tulis begitu saja,” ungkapnya
Ia berharap melalui kegiatan temu kolektor serta pengumpulan bukti sejarah madrasah dapat digali lebih jauh fakta sebenarnya. Diluar itu kata dia, para siswa dan santri yang kini sedang menjalani pendidikan tidak mendapat pemahaman yang keliru. (*)