Kalyani Kumiayi : Beberapa saat yang lalu seorang teman dekat yang saya kenal selama bertahun-tahun memutuskan untuk berhenti bekerja di perusahaan yang telah menjadi tempat ‘hidup’nya selama 10 tahun terahkir.
Diantara semua percakapan yang terjadi ada beberapa hal yang kemudian menjadi perenungan saya , ketika dia dengan wajah sedikit sendu berkata , “Nurut kamu, salah apa nggak ya aku keluar, karena emang benefits yang dikasih perusahaan tu lumayan, trus kalau aku keluar dan kerja sendiri, trus ngga lancar gimana ya hidup ku ? “ “Gimana ya kita bisa tahu kapan waktu yang tepat untuk berdiri sendiri , kapan ya kita bisa tahu bahwa ini jalan yang sudah bener bagi kita ? “
Bagi banyak orang seusia saya yang sedang mencari jati diri, mencari jalan yang benar dalam bermatapencaharian ada begitu banyak factor yang harus dipertimbangkan, ada begitu banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan membuat kita gamang.
Bagaimana jika kita ternyata salah memilih jurusan semasa sekolah dan setelah menyelesaikan tidak ada kesempatan untuk bekerja bagi kita ?
Bagaimana jika kita salah memilih dan ternyata usaha yang ingin kita geluti ternyata tidak menghasilkan rasa aman ?
Bagaimana jika kita salah memilih pasangan dan ternyata kita harus berahkir dengan penyesalan yang berkepanjangan ?
Bagaimana jika kita salah memilih partner bisnis dan ternyata kita harus berahkir dengan kebangkrutan ?
Begitu banyak ‘bagaimana; yang ada, begitu banyak jawaban yang kita inginkan , kepastian yang kita terus coba temukan dalam setiap perjalanan dan penggalan cerita hidup …
Mendengar begitu banyak peristiwa bunuh diri yang sekarang tampaknya ngetrend menunjukkan kepada kita betapa pertanyaan ‘mengapa dan bagaimana’ ini sudah menjadi satu kegelapan yang kemudian menjerat dan mematikan semangat kehidupan.
Terkadang kita menjadi begitu sinis terhadap hidup, bahkan ketika ada teman yang telah berhasil mencoba membesarkan semangat , mengobarkan daya juang , dalam hati kita mencibir , “Enak aja dia ngomong, dia sih udah mapan, kerjaan udah enak, gaji berlebih, jadi nggak ngrasain gimana capeknya hidup pas-pas an.” Atau yang lebih nyinyir kita berkata, “Enak aja dia ngomong, emang dia pernah susah apa ? Wong perusahaan ya cuman milik orang tua dia sih cuman tinggal nerusin.? “
Tapi jangan lupa anda bisa melihat hal ini dari sisi yang berbeda , keluar dari frame pikiran yang picik :
Jika memang mereka mendapatkan apa yang mereka dapatkan dari orang tua, coba anda lihat apakah orang tua teman anda tersebut hanya duduk berpangku tangan dan kemudian uang serta kemudahan dan kesuksesan datang sendiri ? Lihat sejarah perjuangan mereka sebelumnya.
Sebaliknya ada berapa banyak kerajaan yang kemudian runtuh ketika sudah sampai pada titik generasi ketiga … ini hanya membuktikan bahwa kitalah yang harus menjaga, kita lah yang harus berusaha , seberapa banyak yang diberikan tidak akan bertahan jika kita tidak menjaga , jika kita tidak meneruskan kerja keras yang ada.
Beberapa hari yang lalu saya melihat tayangan TV dan melihat seorang anak korea yang hanya mempunyai 4 jari tangan memainkan piano jauh lebih baik dari banyak orang yang mempunyai 10 jari tangan, luar biasa !!!
Dalam komentarnya dia hanya berkata, “Biarkan mereka melihat betapa kuatnya niat saya, bahwa ketika seseorang mempunyai keinginan yang kuat maka dia bisa melakukan apa saja.”
Anak yang sangat menggagumkan, tetapi yang jauh lebih menggagumkan adalah komentar ibunda nya yang berkata, “Saya tidak pernah mengganggap keadaan dia sebagai suatu kecacatan, saya hanya melihat perbedaan. Setiap hari dalam kehidupan saya selalu berkata padanya betapa dia sangat kuat, betapa dia sangat pandai, betapa dia sangat cantik, dan betapa dia pasti bisa mewujudkan cita-citanya”