Jakarta – Desa Merdeka :  Sebanyak 66 organisasi kemasyarakatan (ormas) berskala nasional sepakat membentuk Sekretariat Gabungan Gerakan Kebangsaan, dengan tujuan mengembalikan acuan praktik penyelenggaraan negara kepada konsensus dasar negara ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

“Jumlah organisasi kemasyarakatan yang bergabung akan terus bertambah. Ini sangat menggembirakan, sebab memang kini saatnya kita bergerak menyelamatkan bangsa dan negara dengan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945,” kata Ketua Dewan Pembina Sekretariat Gabungan (Setgab) Gerakan Kebangsaan, Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso di Jakarta, Senin (28/10).

Keterangan tersebut dikemukakan Djoko Santoso usai membacakan manifesto politik dan penandatanganan Deklarasi Setgab Gerakan Kebangsaan.

Sebelumnya, di tempat yang sama dilakukan Dialog Kebangsaan yang dihadiri sekitar 500 undangan, terdiri dari pimpinan dan anggota ormas pendukung serta sejumlah tokoh politik nasional.

Setgab Gerakan Kebangsaan yang dibentuk bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013 itu dipimpin oleh Pontjo Sutowo selaku Ketua Umum dan Usamah Hisyam sebagai Sekretaris Jenderal.

Adapun ormas yang bergabung dalam setgab itu antara lain Gerakan Indonesia Adil, Sejahtera, Aman (ASA), Forum Komunikasi Putera Puteri Purnawirawan dan Putera Puteri TNI Polri (FKPPI), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU), Musliman NU, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

Organisasi lainnya adalah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI), Forum Sekretaris Desa Indonesia (Forsekdesi), Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKRI), Forum Pekerja Mandiri (FPM), dan Patriot Nasional (Patron).

Dalam dialog kebangsaan di tempat yang sama Djoko Santoso menyatakan prihatin sehubungan terjadinya kesenjangan antara konstitusi dengan praktik penyelenggaraan negara.

Sesuai konstitusi, Indonesia bersistem pemerintahan presidensial, tapi praktiknya cenderung parlementer. Selain itu, sesuai UUD 1945 (sebelum diamandemen) Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila yang menekankan ekonomi berkeadilan, namun pada praktiknya cenderung kapitalis-liberalis yang mengandalkan pasar bebas.

“Penyimpangan konstitusi ini harus diluruskan, karena cita-cita negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur belum sepenuhnya terwujud, bahkan bisa dikatakan `jauh api dari panggang’,” kata mantan Panglima TNI itu.

Keprihatinan yang sama dikemukakan tokoh politik Akbar Tanjung dan Khofifah Indar Parawansa serta wartawan senior Tarman Azam.

Bersama para pimpinan Ormas yang tergabung dalam Setgab Gerakan Kebangsaan, mereka sepakat mengenai perlunya dilakukan Amandemen Kelima UUD 1945.

Mereka juga sependapat, hal-hal positif dari Amendemen terdahulu harus dipertahankan dan yang merusak tatanan politik serts ekonomi nasional harus direvisi.

Selain itu mereka sepakat, proses demokrasi tidak mungkin surut ke belakang, tetapi harus diperkuat sesuai kultur bangsa sebagaimana yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang telah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi.

Sampai sejauh ini UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak empat kali, dan menurut para ahli dari Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada (PSP-UGM), konten yang asli dari UUD 1945 setelah diamandemen hanya bersisa sekitar 12,5 persennya saja. (suarapembaruan)