Kudus – Berita hangat seputar perkawinan dialamatkan pada warga yang tak mengindahkan UU Nomor 1 Tahun 74 tentang Perkawinan, meski UU tak memuat sanksi hukum. Hal yang dituduhkan berupa kawin di bawah umur (perkawinan anak) dan tak dicatatkan (tak berakta nikah, kawin siri), sebagaimana kawinnya wong Samin. Hasil surve LSM Peka di 111 desa pada 17 provinsi tahun 2012, 25 persen perkawinan tak dicatat, mempelai hanya nikah agama dan adat, bahkan 50 persen tak dicatat terjadi di NTT, NTB, dan Banten.

Kekhawatiran kawin tak dicatat karena hilangnya hak anak dan istri yang seharusnya masih ditanggung suami jika suami nikah lagi. Bagaimana dengan kawin Samin? Menurut Moh. Rosyid, peneliti Samin dan pemerhati sejarah dari STAIN Kudus, dalih warga Samin perkawinannya tak berdasarkan angka usia, tapi keinginan calon mempelai karena usia bagi Samin terpilah Samin Timur (belia), Brahi (siap kawin) dan putu Adam (berkeluarga) dan kawinnya tak dicatatkan dalihnya kawin janji lisan yang direstui kedua orangtuanya, tanpa peran negara. Tahapan perkawinannya: nyumuk, ngendek, nyuwita, paseksen, dan tingkep.

Dalam riset Rosyid, kawin Samin terjadi perceraian, harta gono-gini dimusyawarahkan secara kekeluargaan dan suami menyerahkan mantan isteri pada mantan mertua. Pemicu perceraian karena masing-masing pasangan mempertahankan hidup bersama keluarganya karena anak bungsu dan ingin merawat hari tua masing-masing orangtuanya. Kawin model Samin tersebut merupakan pelaksanaan ajaran agama yang dipeluknya yakni agama Adam.

Pelajaran yang dapat publik petik dari kawin Samin adalah konsistensi janji ketika ijab kabul. Kekhawatiran berupa hilangnya hak anak dan istri yang seharusnya masih ditanggung suami jika suami nikah lagi tak terbukti karena teguh dengan ajaran Samin dalam berkeluarga yakni monogami. Rosyid tak menemukan Samin berpoligami. Samin memiliki kearifan lokal hidup di negara Bhinneka Tunggal Ika, konsekuensinya negara melindunginya.

Mengacu UU No 1/1974 tak menuangkan sanksi pelaku kawin yang tak dicatat. Wacana ‘menghakimi’ model kawin Samin pernah terlontar dalam RUU tentang Hukum Materiil Peradilan Agama bidang Perkawinan (RUU HMPBP) dalam daftar Prolegnas 2010 yang mengriminalkan kawin siri. RUU KUHP Pasal 485 ”Setiap orang yang hidup bersama sebagai suami isteri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama setahun atau pidana denda maksimal Rp 30 juta”.