Demak – Bagi Khoirul Anam (18) warga desa Kedungmutih kecamatan Wedung kabupaten Demak jualan bakso saat ini menjadi kesibukannya sehari-hari setelah putus sekolah dari Madrasah Aliyah . Jika teman-teman sebayanya masih mengharapkan bantuan dari orang tua , namun dirinya meski sedikit telah membantu orang tuanya dari berjualan bakso.
Setiap hari ia berkeliling desa Kedungmutih dan juga desa tetangga untuk memasarkan bakso buatan orang tuanya . Dengan gerobag dorong sederhana ia berangkat dari rumah sekitar pukul 9 pagi dan pulang nanti menjelang maghrib atau atau sebelumnya ketika dagangannya habis.
“ Pulangnya ya tidak tentu pak kadang habis maghrib , kadang pula sebelumnya tergantung dagangan habisnya kapan “, aku Khoirul Anam .
Khoirul yang jebolan Madrasah Tsanawiyah mengatakan, dirinya jualan bakso berawal dari tidak kerasannya di pondok pesantren Kudus ketika sekolah Madrasah Aliyah. Oleh karena itu dia bilang pada orang tuanya untuk berhenti sekolah karena sudah tidak tahan mondok dan sekolah. Oleh ayahnya agar waktunya tidak terbuang percuma iapun diwajibkan untuk berjualan bakso dengan gerobag yang dulu dijalankan ayahnya keliling kampung.
Berbekal dengan keberanian iapun mengiyakan perintah ayahnya meski berat ia rasakan ketika berjualan pada awalnya. Selain harus keliling kampung mendorong gerobag iapun harus meracik bakso bikinan ayahnya. Dan yang paling sulit adalah menentukan jumlah takaran bakso agar uang yang didapatkan bisa sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
“ Satu dua hari pertama awal jualan saya sering rugi atau impas , namun setelah berjalan sepuluh hari sedikit demi sedikit saya dapat untung karena sudah tahu menakar bakso untuk pelanggan. Ya sekarang ya saya dapat menyisihkan uang Rp 20 ribu – 30 ribu sendiri setelah dikurangi modal dan setoran kepada ayah saya “ kata Khoirul Anam .
Setelah hampir 6 bulan berjualan bakso dengan gerobag dorong , Khoirul mengaku sudah terbiasa keliling kampung sehingga pelanggannyapun sudah banyak. Ditiap-tiap gang ia mempunyai pelanggan dari anak-anak sampai orang dewasa. Karena harga yang ditawarkan pelanggan bervariasi maka pelanggannyapun tidak terbatas orang dewasa saja , berapapun orang yang beli ia layani .
Harga standar permangkok Rp 4.000- Rp 5.000 ,namun ia juga menerima pelanggan yang membeli Rp 2.000,- ataupun Rp3.000 . Karena fleksibel dalam penjualan itulah maka dagangannya selalu habis setiap harinya. Selain keliling kampung iapun sering mangkal ditempat-tempat keramain seperti pasar,pangkalan ojek dan sekolah-sekolahan.
“ Ya kadang-kadang juga diganggu anak-anak nakal yaitu makan bakso tak mau bayar, tetapi setelah saya ngomong pada mereka akhirnya mereka sadar . Kalau tidak punya uang paling-paling mereka bilang ngebon “, tambah Khoirul ketika ditanya kendala.
Meski saat ini dirinya berjualan bakso keliling Khoirul mengaku tidak merasa malu justru dia bangga karena masih muda sudah bisa membantu orang tuanya . Dia memilih berjualan bakso karena dipaksakan untuk sekolah juga tidak mampu , daripada menghabiskan uang orang tua lebih baik ia berhenti sekolah membantu orang tuanya.Dia mengaku merasa senang meski hanya berijasah Madrasah Tsanawiyah , karena dalam kehidupan ia tidak mempunyai keinginan lain selain bisa bekerja dan mendapatkan uang.
Cita-citanya ke depan ia bisa jualan bakso ider menggunakan sepeda motor seperti ayahnya . Oleh karena itu setiap harinya ia rajin menabung dari penyisihan setoran orangtuanya ke Koperasi “Margi rahayu” pasar Desa Kedungmutih. Jika terkumpul banyak uangnya tersebut akan dibelikan sepeda motor untuk ider bakso keliling., selain itu jika prei dia bisa jalan-jalan naik sepeda motor.( Muin)