Demak – Petani di desa Bungo kecamatan Wedung hari hari ini baru mulai tanam padi. Biasanya pada bulan Juli seperti ini padi sudah berusia 2-3 bulan. Namun pada tahun 2024 ini ada keterlambatan musim tanam padi gadu karena kekurangan air. Imbas dari kemarau panjang hujan tidak begitu banyak sehingga tidak bisa menanam padi sesuai jadwal.

Mendekati pertengahan bulan Juli ini air waduk bendung Kedungombo digelontorkan ke bawah khususnya untuk mengairi area persawahan di daerah Wedung Demak. Sehingga petani di Wedung khususnya desa Bungo mulai menanam padi dengan mendatangkan tenaga tanam padi dari daerah Wonosalam dan Dempet.

Tenaga tanam padi ini dengan system rombongan  dan juga dengan system borongan. Dengan sulitnya mencari tenaga kerja untuk tanam padi dari desa setempat maka petani mendatangkan tenaga dari luar desa. Terbatasnya jumlah tenaga tanam padi ini petani tidak bisa serentak menanam padi namun harus bertahap menunggu teanaga borong tanam padi.

Purwanto (55) petani penggarap dari desa Bungo mengatakan pada MT II atau gadu tahun 2024 ini petani di desanya terlambat tanam padi. Meskipun beberapa petani ada yang mengawali tanam padi karena kesulitan air sawahya kekeringan. Tanaman padi yang berumur hampir satu bulan mati tak dapat pengairan.

“ Ya kendalanya ya soal air kemarin itu habis panen MT I ada hujan cukup lama, Kemarin hanya beberapa kali saja sehingga yang tanam awal ya harus merugi karena kekeringan sawahnya. Adanya air asin  yang masuk ke sungai melalui rembesan bendung. Dikira air tawar dimasukkan ke sawah akhirnya juga tanamannya mati “, kata Purwanto.

Purwanto menambahkan , memang saat ini sudah ada gelontoran air dari Kedungombo sehingga petani kini ramai ramai tanam padi. Namun ia berharap kelangsungan air dari atas ini bisa sampai panen nanti . Waktu tanam padi sampai panen biasanya butuh waktu 3,5 – 4 bulan. Air itu harus ada sampai padi jelang panen, kalau sungai kering tak ada air padi bisa mati kekeringan.

“ Ya kita berharap air ini terus ada sepanjang sawah sebelum panen sehingga jangan sampai air di sungai ini kering . Kalau kering ya bisa bisa sawah tidak bisa di panen dan petani bisa dipastikan rugi . Paling tidak ya sampai bulan Oktober air harus tersedia “, tambah Purwanto.

Selain masalah air yang kadang kurang ,permasalahan petani penggarap seperti dia adalah soal pupuk subsidi yang sulit. Apalagi setelah diberlakukannnya Kartu Tani. Pembelian pupuk subsidi dibatasi tidak sesuai dengan lahan yang digarap. Akibatnya petani harus beli pupun non subsidi dengan harga yang mahal.

“ Mending tak ada Kartu Tani saja seperti ndulu , petani bisa beli pupuk dimana saja . Tanpa ada embel embel subsidi dan non subsidi . Yang penting harganya tidak terlalu mahal dan belinya mudah sehingga ketika mau memupuk sawah barang ada “, katanya lagi.(Pak Muin)