Jepara – Di Jepara dan sebagian daerah pantai di Jawa Tengah ada tradisi yang masih dilestarikan yaitu adanya Bodho Kupat. Ya Lebaran ketupat yang digelar pas seminggu setelah hari raya idul Fitri. Di hari ini ada tradisi selametan Ketupat dan Lepet di Masjid dan Musholla sebagai simbul rasa Syukur usai berlebaran.

Salah satu desa yang masih melestarikan adat dan tradisi tersebut adalah desa Surodadi kecamatan Kedung . Pada 7 hari setelah lebaran idul fitri sekitar jam 6 pagi di Masjid terdengar suara bacaan alqur’an yang menandakan ada kegiatan di Masjid di pagi hari itu.

Satu dua warga mulai berdatangan ke masjid dengan membawa ember plastic dan wadah lainnya yang berisikan ketupat , lepet dan juga sayur opor ayam. Selain itu ada juga warga yang membawa minuman berupa air mineral gelas plastic. Selain berjalan kaki banyak ;pula warga yang naik kendaraan roda dua.

“ Kalau tradisi ini kayaknya sudah ada sejak dulu kala , lha wong saya masih kecil tradisi ini sudah ada . Kita ini tinggal meneruskan apa yang dijalankan bapak dan kakek nenek . Mudah mudahan tradisi ini diteruskan oleh anak dan cucu kita “, kata Suhadi salah satu jamaah Masjid Baitul Muttaqin desa Surodadi RW 06 pada kabarseputarmuria Rabu 17/4/2024.

Suhadi menambahkan , meskipun tidak seramai tahun tahun yang dulu namun warga desa Surodadi yang tinggal di pinggir jalan raya Kedung- Jepara ini tetap melestarikan tradisi selamatan bodo kupat. Sehingga masih ada warga yang membuat kupat dan lepet dan juga opor ayamnya . Tidak hanya orang dewasa yang hadir namun anak muda dan anak anak kecil ikut dalam kegiatan ini.

“ Kalau meriahnya sih lebih meriah ketika jaman dahulu , selain selametan ada juga pesta petasan di depan masjid. Namun sekarang taka da lagi pesta petasan yang ada sekarang kembang api “ kata Suhadi lagi.

Di tempat yang sama Adib Tokoh Masyarakat desa Surodadi mengatakan , tradisi selametan Bodho kupat ini tetap dilestarikan karena sebagai perwujudan rasa Syukur kepada Allah SWT. Dengan adanya rasa Syukur ini Allah akan selalu melimpahkan rezeki dan keberkahan kepada semua warga.

Adapun kupat dan lepet mempunyai arti ngaku lepat atau mengakui kesalahan dan memohon maaf kepada sesama manusia dan Allah SWT. Sehingga ketika slametan yang dibawa adalah nasi kupat dan lepet yang terbuat dari nasi ketan. Kupat dan lepet ini sudah dibuat sejak jaman dulu kala entah kapan mulainya ia tidak tahu.

“ Nilai yang paling kita lihat adalah rasa kebersamaan dan gotong royong antar warga yang hadir disini . Tidak hanya waktu slametan saya . Namun di semua kegiatan warga selalu bergotong royong dengan aman dan damai dan saling membantu “, tambah Ustad Adib yang memimpin doa pada Slametan pada hari itu . ( Pak Muin )