Inilah Mbah Jalal warga desa Ujungpandan Welahan Jepara yang puluhan tahun bertani menggarap sawah
Jepara – Kabupaten Jepara saat ini masih mengandalkan pertanian sebagai usaha yang menopang ekonomi warganya. Menanam padi adalah pekerjaan petani sehari hari untuk menghidupi keluarga dan orang lain. Meski banyak kendala yang menghadang namun tetap saja mereka menggarap lahan dengan penuh suka dan duka.
Salah satu petani tulen dan benar benar petani karena tak sesaatpun tidak menggarap sawah adalah Jalal (58) warga desa Ujungpandang kecamatan Welahan . Ia yang tinggal di dukuh Tegaron menurut perhitungannya sudah lebih 25 tahun menggarap sawah . Tidak hanya sawah sendiri namun iapun menyewa sawah orang lain .
“ Kalau urusan bertani saya mulai menggarap sawah sejak usia 23 tahun sudah mandiri . Jaman itu ya hanya menggarap 1 bau atau 2 bau . Namun saat ini dalam satu kali musim tanam paling tidak 10-15 bau . Tidak milik saya semua sebagian besar menyewa milik orang lain “, kata Mbah Jalal mengawali ceritanya .
Ia mulai tertarik menggarap sawah berawal ketika mondok di desa Jungpasir kecamatan Wedung kabupaten Demak . Ketika itu di sela sela waktunya mengaji ia diberi tugas guru atau kyai membantu pekerjaan di sawah. Selain langsung terjun ke sawah mencangkul dan membajak juga mengawasi tenaga yang menggarap sawah.
“ Nah dari sejak itulah saya mulai tertarik untuk berusaha atau bekerja menggarap sawah. Dengan kemampuan belajar dan menjaga sawah milik pak kyai itulah saya terus menggarap sawah . Dengan kondisi apapun setiap tahun saya terus menggarap sawah tiada henti. Entah mengapa banyak yang usaha lain namun saya terus menggarap sawah “, tambahnya.
Banyak suka dan duka dalam usaha menggarap sawah ini . Begitu juga padi yang dihasilkan ketika panen. Ia pernah mengalami hasil yang luar biasa ketika menggarap sawahnya. Namun sebaliknya terkadang hasil padi yang di tanamnya habis terserang penyakit dan hama. Sehingga dari perhitungan pernah untung banyak tetapi kadang impas dan juga perbah rugi.
“ Namun dalam puluhan tahun menggarap sawah di area sini antara untung dan rugi banyak untungnya . Sehingga dari hasil menggarap sawah ini ia bisa menghidupi keluarganya sendiri dan keluarga orang lain “, tukasnnya
Sebagai petani mengapa bisa menghidupi keluarga orang lain ?. Menggarap sawah menurut Mbah Jalal tidak bisa digarap sendiri namun harus melibatkan orang lain. Mulai persiapan lahan jaman dahulu menggunakan bajak yang ditarik kerbau sedangkan saat ini digantikan mesin. Ketika menanam padi juga membutuhkan puluhan orang dulu system upah harian kini dengan system borongan. Membersihkan rumput atau “matun” juga membutuhkan orang.
“ Bahkan ketika padi sudah matang dan siyap panen juga membutuhkan orang lain untuk memotong padi. Jaman dahulu potong padi menggunakan tenaga orang sekali panen dengan system bagi hasil. Sekarang potong padi dengan mesin modern juga dikendalikan orang. Itulah mengapa bertani itu bermanfaat untuk orang lain”, katanya lagi.
Terkait ketersediaan pupuk saat ini dan dulu jauh lebih baik dahulu jaman era pak Harto. Pupuk tersedia hargapun terjangkau . Saat ini setelah pemberlakuan kartu tani petani mencari pupuk semakin sulit dan semakin mahal. Dulu pupuk komplit menurut kebutuhan sehingga tanaman tumbuh dengan baik . Saat ini hanya tersedia pupuk yang jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan petani. Sehingga harus beli pupuk non subsidi yang harganya mahal.
Terkait harga gabah selalu fluktuatif tergantung hasil petani . Jika pasokan gabah kecil harga dipastikan mahal. Namun ketika terjadi panen raya harga gabah bisa dipastikan turun dengan cepat, Untuk MT I tahun 2024 ini harga gabah di kisaran 800- 900 di panen awal . Namun terus turun hingga kini di awal bulan April 2024 ini di kisaran 500-600.
“ Intinya selama puluhan tahun menggarap sawah dari dulu hingga sekarang semakin lama keuntungan semakin berkurang karena biaya operasional terus naik . Untuk pupuk saja pengeluaran lebih banyak sekarang mau tidak mau harus beli . Ya itulah karena memang itu pekerjaannya ya di jalani hingga kini . Prinsip saya hidup bersama ya harus bermanfaat kepada orang lain “, kata mbah Jalal menutup kisahnya.