Jepara – Sungai Serang atau SWD II adalah Sungai besar sebagai pertanda batas wilayah kabupaten Demak dan Jepara. Sebelum ada sarana jembatan warga yang hendak menyeberang menggunakan jembatan darurat dari bambu jika kemarau. Jika musim penghujan digantikan perahu karena jembatan darurat ambruk terhantam arus Sungai.
Salah satu desa yang dibatasi oleh Sungai SWD II adalah desa Karangaji kecamatan Kedung kabupaten Jepara dan desa Tedunan kecamatan Wedung kabupaten Demak. Meski jembatan permanen sudah dibuat namun di desa ini masih ada warga desa yang bekerja sebagai tenaga penyeberang menggunakan perahu.
Namanya pak Mufid ( 75 ) warga desa Karangaji kecamatan Kedung kabuptan Jepara. Jika dihitung pak Mufid sudah lebih 50 tahun bekerja sebagai tenaga penyeberang warga. Dulu hanya musim penghujan saja profesi itu dijalankan. Namun saat ini musim kemarau tetap berjalan karena warga membutuhkan.
“ Tempat ini jauh dari jembatan warga kalau ingin ke pasar harus muter dua kilometer lebih kalau lewat sini tinggal nyeberang. Sehingga setiap hari ada warga yang naik perahu ini. Daripada nganggur di rumah taka da kegiatan “, kata pak Mufid mengawali perbincangan dengan kabarseputarmuria Jum’at 8/9/2023.
Pak Mufid mengisahkan , dulu yang mempunyai pekerjaan sebagai tenaga penyeberang adalah mertuanya. Setelah mertuanya tidak ada ia melanjutkan hingga sekarang. Jika musim kemarau di atas Sungai SWD II ini didirikan jembatan darurat dari bambu. Warga yang menyeberang membayar untuk mengganti biaya membangun jembatan.
Jika musim hujan tiba dan Sungai arusnya besar jembatan itu biasanya roboh . Selanjutnya digantikan oleh perahu sehingga ada tenaga khusus yang menyeberangkan warga . Dulu sebelum ada jembatan permanen warga yang menyeberang masih banyak namun setelah dibangunnya jembatan. Warga yang menyeberang sudah jarang.
“ Dulu hasil dari menyeberangkan orang disini cukup lumayan bisa untuk menghidupi keluarga. Namun sekarang ya sedapatnya kadang dapat Rp 30 ribu , Rp 40 ribu . Paling besar dapat Rp 90 ribu . Untuk taripnya ya tidak mesti ada yang ngasih Rp 2 ribu ada yang Rp 3.000. Untuk anak sekolah saya tidak minta tapi rata rata ngasih Rp 1.000 “, aku Mbah Mufid.
Selain modal tenaga ada modal materi yang digunakan untuk membuka jasa seberangkan orang ini . Selain tambatan juga perahu yang saat ini harganya mencapai puluhan juta. Jika dihitung secara bisnis usaha ini untungnya sangat kecil . Namun karena ada unsur sosial pekerjaan ini tetap dijalankan.
“ Gimana sejak dahulu hingga sekarang pekerjaannya ketemu orang seperti ini. Kalau di rumah saja nganggur rasanya tidak enak. Ya sambil olah raga saya mulai kerja jam 6 pagi habis subuh sampai sepi orang nyeberang ya ketika waktu dhuhur tiba.Berapapun hasilnya saya jalani. Uangnya selain untuk hidup juga nyicil bank ketika beli perahu ini “, tambah Mbah Mufid menutup sua . ( Pak Muin )
https://fb.watch/mWhzMyeRFW/?mibextid=RUbZ1f