BALEKAMBANG – Sambut satu abad NU, Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang Jepara bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menggelar Halaqah Fiqih Peradaban bertajuk “Negara Demokrasi dalam Perspektif Syariat Islam” bertempat di Auditorium Politeknik Balekambang, Minggu (13/11).
Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peringatan hari lahir satu Abad NU yang tidak hanya dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin, tetapi dilaksanakan di 250 titik dan 50 pesantren seluruh Indonesia. Hadir dalam kegiatan ini, Pengasuh Pondok Pesantren Balekambang yang diwakili oleh K. Nurdin Lubis, M.Hum, Mustasyar PBNU sekaligus Rektor STAI Al Anwar Sarang Rembang Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, MA., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Rumadi Ahmad, Wakil Katib PBNU Jawa Tengah Dr. KH. Nasrulloh Afandi, MA., Direktur Politeknik Balekambang KH. Miftahudin, S.Ag., M.M. dan juga Syuriyah dan Tanfidziyah PCNU Jepara.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Dr. KH. Dzulham Qudsi yang juga Dosen Mahad Aly Balekambang ini membagi diskusi menjadi tiga sesi. Pada sesi pertama diisi oleh DR. KH. Nasrulloh Afandi, MA., yang membahas Demokrasi dari prespektif Maqosidussyari’ah. Beliau memaparkan bahwa demokrasi bukanlah sesuatu hal yang baru, namun sudah diajarkan oleh Rosulluloh. Hal tersebut tampak jelas dalam salah satu hadis yang terdapat dalam Kitab Shohih Muslim, “bahwa sebelum Rosul memimpim perang badar rosul mengajak para sahabat untuk bermusyawaroh dan menyusun stategi.” Ujar beliau .
Selain itu lebih lanjut beliau juga menyampaikan masih banyak sekali hadist yang mengisyarohkan tentang pentingnya demokrasi, meskipun Rosulullah Tidak menyebutkan secara tersurat kalimat demokrasi namun dari tinjauan maqosid syari’ah Rosulullah mengajarkan musyawaroh dalam segala urusan, tidak otoriter, mendengarkan saran dan pendapat dari kalangan sahabat. KH. Nasrulloh juga memaparkan tentang pendapat para ulama’ timur tengah yang mendifinisikan tentang demokrasi diantara Imam Ibnu Qoyyim, Syekh Ilali Alfasy, Syeh Tharir dan ulama lainnya.
“Ini semua dapat disimpulkan bahwa demokrasi sama sekali tidak bertentangan dengan syari’at Islam, karena jelas dalam tinjauan Maqosidus Syari’ah.” Pungkasnya.
Halaqah kemudian dilanjutkan sesi kedua bersama Dr. KH. Rumadi Ahmad, MA beliau menyampaikan; “Demokrasi adalah persoalan muamalah, begitu juga cara pemilihan bentuk negara merupakan persoalan muamalah, dan jika tidak ada dalil yang melarang maka diperbolehkan dan Indonesia merupakan negara yang mayoritas islam merupakan negara dengan demokrasi terbaik didunia dan itulah sebabnya, mengapa PBNU mengajak kita semua untuk memperkuat optimisme indonesia sebagai negara yang berdemokrasi tetapi tidak sekuler, dengan tetap mengakomodasi konsep-konsep agama dalam bernegara”.
Pada Sesi Ketiga sebagai narasumber Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, beliau meyampaikan bahwa tidak ada pembuatan babnya jadi, setiap saat itu selalu diperdebatkan dan timbul masalah-masalah yang membuat kita itu pusing kembali. Negara Saudi Arabia yang dianggap tidak ada prinsip Demokrasi itu ada beberapa nilai dan keadaan yang harus tunduk kepada keputusan orang banyak, dan itu adalah salah satu unsur dari pada demokrasi.
“Kita berharap yang seperti itu (Pembahasan Demokrasi), ditulis oleh para Ulama’ Mu’ashirah (Ulama masa kini) dalam bab apa, lalu dibaca kaya baca kitab Fathul Qarib itu loh, sehingga kalau santri-santri kita bahas (Demokrasi) itu enak nggak pusing kepalanya, Demokrasi sudah ada di Bab apa gitu sudah ada di Syarahnya Fathul Qarib gitu loh saya seneng kalau ada Syarah Fathul Qarib yang modern. Kalau sudah ada turotsnya kita jelasannya enak mudah gitu, selama ini kita menjelaskan tentang Politik itu susah perlu Halaqah.” Harap Gus Ghofur Maimoen.