Semarang – Pengadilan HAM sulit terwujud, padahal ini menjadi penting untuk mengungkap siapa yang paling bertanggungjawab terhadap kasus penembakan misterius atau dikenal dengan petrus. Namun yang terjadi justru PPHAM yang merupakan hasil Kepres pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan palanggaran HAM melalui non judicial. Kita sedang pertimbangkan untuk melakukan upaya hukum terhadap Keppres ini, bahkan jika memungkinkan ke HAM International.

Demikian disampaikan oleh Bathi Mulyono (BM) pada Diskusi bertajuk Menagih Janji Keadilan Korban Petrus yang digelar di Kampus Universitas Stikubank (Unisbank) Semarang (25/10). Ia adalah saksi hidup yang selamat dari Petrus. Berkas bisikan sahabatnya, BM harus melakukan pelarian ke Gununglawu sehingga masih hidup. Sebelumnya, tempat tinggalnya sempat digrebek orang tak dikenal yang mengenakan topeng dan menggunakan senjata.  

Diskusi yang selenggarakan hasil kerjasama Forum Wartawan Pemprop Jateng (FWPJT  dan Fakultas Hukum & Bahasa UNISBANK serta Omah Publik menghadirkan narasumber lain, yaitu Prof,Komarudin dari tim PPHAM yang merupakan mantan Rektor UIN serta Karman Sastro Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) UNISBANK Semarang.

Karman Sastro membeberkan, kasus petrus ini sama dengan kasus pelanggaram ham lainnya. Seperti halnya Tragedi Talangsari Lampung yang korbannya dari berbagai kabupaten di Jawa Tengah. Mekanisme terwujudnya pengadilan ham harus melalui usulan DPR RI yang merupakan lembaga politik, baru Presiden menerbitkan Keppres. Inilah yang menjadi tarik ulur kasus pelanggaran ham. Jika ingin pengadilan ham terwujud, mungkin penting merevisi UU No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan ham, ujarnya.

Prof,Komarudin dari tim PPHAM mengungkapkan akan bekerja dan menjalin komunikasi dengan korban pelanggaran ham. Kita akan mendasarkan pada kepentingan korban dan menyelesaikan pelanggaran ham secara non judicial, jelasnya.