Demak  – Petambak garam Demak saat ini sudah mulai panen namun hal itu tidak membuat mereka bergembira karena rendahnya harga garam . Sudah Setahun ini harga garam tidak ada kenaikan justru pada awal panen ini harga garam cenderung turun. Dulu sebelum panen perzalk Dahlia laku Rp 25 – 30 ribu kini ditawar tengkulak Rp 15 ribu – 20 ribu setiak zaknya. Bagi yang tak punya modal garam langsung dijual , namum ada beberapa petambak yang menahan garamnya .

Mashuri petambak garam di desa Kedungmutih kecamatan Wedung yang ditemui kabarseputar muria  Sabtu (31/7) mengatakan , harga garam pada tahun ini sangat rendah dibandingkan  tahun yang lalu . Tahun lalu pada akhir pembuatan garam garam masih laku Rp 50 ribu setiap kwintalnya namun pada musim garam tahun ini harga garam laku Rp 30 ribu setiap kwintalnya untuk kualitas umum. Padahal untuk harga Rp 50 ribu saja keuntungan petambak garam masih sangat minim.

“ Idealnya harga garam ya Rp 70 ribu setiap kwintalnya di lahan  . Kalau diatas petambak garam bisa dapat untung banyak . Namun jika harga garam dibawah dapat keuntungan namun sedikit. Tetapi jika harga garam di bawah Rp 50 ribu petambak garam bisa merugi. Terutama petambak penggarap ( maro ) atau penyewa “, kata Mashuri yang telah lebih 20 tahun membuat garam grosok.

Lahan garam petambak mulai di panen

Melihat Kondisi ini Mashuri yang tahun ini menggarap lahan tetangganya dengan sistem maro mengatakan, untuk meringankan beban pertambak garam pemerintah diharapkan bisa memberikan bantuan peralatan untuk membuat garam yaitu geomembran. Dalam kondisi musim kemarau yang basah ini geomembran merupakan peralatan utama untuk membuat garam. Harga m geomembran yang mahal membuat petambak garam kesulitan membelinya . Dengan adanya bantuan geomembran ini petambak bisa terkurangi beban operasionalnya.

“ Ya seperti teman teman lahan integrasi tahun ini dapat bantuan geomembran kami kami ini juga sangat membutuhkan bantuan geomembran . Sekali lagi kami mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk mengurangi beban kami disaat harga garam rendah”, tambah Mashuri.

Hal sama dikatakan Solikan petambak garam dari desa Kedungmutih yang menggarap lahan di blok Kalianyar , ia belum pernah mendapatkan bantuan geoembran dari pemerintah. Ia menggarap lahan seluas 1 hektar membutuhkan geomembran 6 gulung . Untuk membeli geomembran itu ia butuh uang sebesar Rp 24 juta. Selain geomembran ia butuh modal lagi untuk membeli peralatan lain seperti kincir angin, mesin pompa air kecil dan peralatan panen lainnya.

“ Beberapa tahun yang lalu ketika harga garam tinggi hal itu tak kami rasakan karena bisa tertutup dari hasil panan. Namun melihat harga garam yang cenderung turun dan musim yang selalu hujan kami tak bisa berbuat apa kecuali menunggu bantuan dari pemerintah. Jika tak ada kami memakai membran bekas yang masih ada meski hasil panen tidak bisa maksimal “, kata Solikan .

Solikan menambahkan dalam kondisi sulit ini pemerintah diharapkan bisa membantu keluh kesah petambak garam. Selain harga garam yang rendah juga cuaca tahun ini kemarau  banyak hujannya . Sehingga produktifitas garam tidak bisa maksimal seperti tahun tahun sebelumnya. Peran pemerintah diharapkan sekali dalam rangka membantu petambak yang kesulitan dalam berusaha membuat garam krosok. (Muin)