Jakarta – Sebuah video guru di Sukabumi, Jawa Barat yang dimarahi aparat desa viral. Sang guru mengunggah kondisi jalan rusak di ruas jalan menuju tempatnya bertugas.
Diketahui guru inisial E itu bertugas sebagai pendidik di SMPN 1 Cijalingan, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Perangkat desa mempertanyakan motif dibalik unggahan E di media sosialnya. Dalam sejumlah percakapan, aparat desa tidak menerima unggahan tersebut.
Dalam video berdurasi 4 menit 29 detik itu, guru tersebut sampai meminta maaf kepada para aparat desa yang mendatanginya.
Apakah seharusnya perangkat desa mencecar sang guru?
Menurut Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, pejabat publik yang memarahi warga bisa dilaporkan bahkan sampai dipenjara. Guru SMPN 1 Cijalingan tadi bisa melaporkan para aparat desa yang memarahinya dengan aduan Perbuatan Tidak Menyenangkan.
“Kalau (pejabat publik) mau menegur harus dengan cara yang santun tidak boleh marah-marah, kalau marah-marah seperti itu dia bisa dilaporkan dengan aduan perbuatan tidak menyenangkan,” ujar Trubus kepada detikcom, Jumat (12/3/2021).
“(Jika terbukti) itu bisa dipidana, dipenjara, tergantung,” sambungnya.
Aturan perlakuan tidak menyenangkan itu tertuang dalam Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Meskipun frasa ‘pencemaran nama baik’ telah dihapus dalam aturan tersebut, akan tetapi, kata Trubus, masyarakat masih bisa membuat aduan.
Apalagi bila ada bukti yang jelas yang menunjukkan perbuatan tidak menyenangkan bahkan sampai ada ancaman atau kekerasan.
“Ya masih bisa, pasal pencemaran nama baik dan penghinaan,” imbuhnya.
Pasal yang dimaksud Trubus adalah Pasal 310 ayat (1) KUHP yang berbunyi :
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Selanjutnya ayat (2) Pasal 310 ayat itu ditambahkan:
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Di samping itu, pejabat publik siapapun itu, sambung Trubus wajib menjunjung tinggi prinsip kesantunan publik. Menurut Trubus, ada aturan yang sudah mengatur terkait etika pejabat publik tersebut
“(Pejabat Publik) Nggak boleh (marah-marah), itu melanggar etika penyelenggara negara, jadi pejabat publik itu harus menjunjung tinggi kesantunan publik,” katanya.
Sedangkan, menurut Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Lisman Manurung, guru yang dimarahi aparat desa tadi tidak perlu melapor ke aparat. Sebab, tanpa dilapor pun, aparat desa tersebut cepat atau lambat akan ditindak
“Tidak perlu. Tak berapa lama setelah viral, saya duga yang bersangkutan sudah dipanggil pihak terkait, kejaksaan juga akan periksa dan seterusnya,” kata Lisman.
“Selesai saat itu juga, sayang yang muncul yang itu sudah pelukan sudah apa. Sudah dianggap tidak ada masalah maka beliau (guru) membuat klarifikasi, pak Kades juga membuat klarifikasi,” kata Sendi.Sejauh ini, permasalahan marah-marah aparat desa kepada guru SMP tersebut sudah mencapai kata damai. Menurut Camat Cantayan Sendi Apriadi, sebelum beredarnya video marah-marah itu, ketegangan kedua belah pihak sudah diredakan bahkan dihadiri aparat dari kepolisian dan TNI.
Oleh karena permasalahan itu baru viral sekarang, pihak kecamatan kembali memfasilitasi semua pihak untuk bermusyawarah.
“Sekarang sedang ada mediasi dengan dua belah pihak ditengahi oleh Muspika,” imbuhnya.
Sumber : DetikFinance