Dr. Ir.Sudarto,MM ( baju biru ) memberikan Pendidikan dan Pelatihan membuat Garam kualitas industry pada petambak garam di desa Kedungmutih.

Demak – Saat ini harga garam terpuruk di titik terendah lima tahun terakhir ini. Jika hal ini terus terjadi maka kesejahteraan pegaram akan menjadi hal yang sulit tercapai . Rendahnya harga garam ini salah satunya adalah rendahnya kualitas garam. Sehingga garam krosok rakyat ini tidak masuk ke ranah industry yang berakibat menumpuknya garam di lahan .Sementara garam import masih masuk dengan derasnya.

Melihat kondisi ini Dr. Ir Sudarto,MM  peneliti yang juga pakar garam menemukan inovasi garam agar kualitas garam lebih bagus sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Salah satu penemuannya adalah penggunaan media Isolator di lahan pembuatan garam yang saat ini sudah dipakai seluruh petambak garam khususnya pegaram Demak.

“ Saya meneliti garam sejak tahun 90an  saya sudah patenkan 3 hasil penelitian saya.  Salah satunya teknologi pembuatan garam Na Cl dengan media isolator pada meja kristalisasi  . Teknologi ini sekarang sudah diterapkan oleh semua petambak garam di Demak dan di tempat lain .Hasilnya sudah mereka rasakan selain kualitasnya bagus juga hasilnya lebih banyak “, kata Sudarto  pemilik patent paten ID P0033348 pada kabarseputarmuria Rabu  28/10.

Selain itu masih ada dua lagi teknologi pembuatan garam yang juga sudah dijalankan oleh beberapa petambak garam di desa Kedungmutih. Yang pertama adalah teknologi pembuatan garam beriodium di meja kristalisasi dengan media isolator. Yang selanjutnya adalah pembuatan garam industry melalui teknologi dan managemen lahan dengan media isolator minimal kadar Na Cl 95 dan dapat dirancang 97 atau 99.

“ Nah teknologi yang yang ketiga itulah nantinya hasil garamnya bisa menggantikan atau mensubstitusi garam import. Hasilnya beberapa petambak garam yang tergabung dalan Komunitas Produsen Garam Industri yang bergabung dalam Koperasi Pemasaran ROMA sudah berhasil memanen garam dari Rumah Garam Industri dan sudah laku di pasaran” tambah Dr. Ir Sudarto MM yang kini karyawan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan.

Namun untuk alih teknologi pembuatan garam dengan managemen lahan ini membutuhkan komitmen dan juga biaya yang cukup besar . Salah satunya perlu investasi untuk mengubah lahan garam biasa menjadi lahan terstruktur.Lahan di disain tidk hanya panen garam di musim kemarau saja .Tetapi pegaram bisa memanen garam di musim penghujan. Dengan memanfaatkan sisa air tua di musim kemarau untuk di memproduksi garam di musim penghujan.

“ Memang untuk alih teknologi ini selain SDM juga modal,  sehingga dukungan pemerintah sangat diharapkan dalam rangka meningkatkan ekonomi petambak garam,selain butuh media isolator juga biaya untuk mengubah lahan garam “, tambah Dr. Ir Sudarto lagi.

Ditempat yang sama Musa Abdillah petambak garam dari desa Kedungmutih mengemukakan,dengan alih teknologi ini beberapa petambak garam yang dilatihnya telah memproduksi garam substitusi impor di Rumah Garam Industri Koperasi ROMA desa Kedungmutih Wedung Demak. Garam yang dihasilkan dari RGI ini telah dipasarkan dan dihargai cukup tinggi dibandingkan dengan garam biasa KW 1 yang diproduksi oleh petambak garam tanpa alih teknologi. Garam dari RGI ini dihargai Rp 100 ribu perkwintalnya sedangkan garam KW 1 paling mahal Rp 50 ribu rupiah.

“ Kita sangat berterima kasih dengan Kementrian Perindustrian lewat Pak Darto ini sehingga kami mampu membuat garam dengan mutu garam industri . Saat ini baru beberapa orang saja yang menerapkan teknologi ini ke depan saya yakin jumlahnya akan terus bertambah “, kata Musa Abdillah Ketua Koperasi Pemasaran garam ROMA. (Muin)