Oleh : Fitri Amelia Nurjanah
Indonesia merupakan Negara yang majemuk. Kemajemukannya semakin terasa apabila kita menelisik lebih jauh ke dalam, dengan luas wilayah daratan dan lautan 5.455.6.675 km Indonesia mempunyai banyak kepulauan yang memicu timbulnya keberagaman, perbedaan dan langkanya keselarasan. Karena setiap pulau pasti beda bahasa, agama, suku, dan adat istiadat. Tetapi kita kembali kembali pada Bhinneka tunggal Ika yang telah bertahun-tahun menjadi alasan kita untuk tetap satu Indonesia. Selain itu dengan jumlah penduduk terbanyak setelah mengekor pada China, India, dan Amerika , Indonesia harus mengalami banyak masalah dari kemajemukan dan keberagaman bangsa. Salah satunya adalah kesenjangan sosial.
Seperti yang sudah lazim di telinga kita, kesenjangan sosial lebih erat dengan istilah ketimpangan sosial, dimana terdapat perbedaan perlakuan antar golongan yang sangat mencolok. Hal ini bisa terjadi pada pengausa dan rakyat, si kaya dan si miskin, dan lain sebagainya. Memanglah kesenjangan sosial terjadi di seluruh negara , tetapi tak bisa kita pungkiri di Indonesia kesenjangan sosial sudah ada sejak era Hindia Belanda. Jauh sebelum Pancasila dan UUD 45 menjadi identitas kita. Hal ini dapat kita lihat dalam peraturan hukum ketatanegaraan Hindia-Belanda tahun 1927 yang membedakan masyarakat Indonesia pada saat itu menjadi 3 golongan. Saat itu terdapat banyak perbedaan hak dan kewajiban, dan sampai hari ini pun kesenjangan sosial masih saja awet di masyarakat.
Karena ada perbedaan perlakuan sosial di masyarakat menjadikan salah satu golongan lebih diistimewakan, ditakuti, di agungkan, bahkan jarang yang berani ingkar kesetiaan. Semua itu karena harta , tahta , pendidikan, dan keturunan. Seperti contoh kecil , anak pejabat tak ada yang berani membentak walaupun salah, mereka kebal hukum sekalipun Tuhan maha mengetahui kebenaran. Orang miskin gampang dicaci maki , mereka diam seolah tak mengerti , karena mereka tahu diam artinya selamat. Kita lupa bahwa kaya miskin , pejabat rakyat, petani pegawai negeri mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila dengan lantang mengatakan dalam silanya yang kedua bahwa sebagai warga negara hendaklah mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabat sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa, artinya mengajak kita untuk tidak bersikap semena-mena semau kita sendiri.
Dalam sila ketiga persatuan Indonesia, Pancasila mengajak kita untuk bersatu. Menjadikan perbedaan dari sisi manapun sebagai pelengkap. Mengutamakan kepentingan masyarakat dan mengakhirkan kepentingan pribadi ataupun golongan serta menjunjung tinggi nilai persatuan sebagai sesama warga Negara.
Selain itu , dalam sila ke lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia . Pancasila dengan jelas mengajak kita untuk Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Maka Jelaslah , tak ada alasan untuk semakin senjang. Mari kita membuka pikiran, bahwa hormat tak harus skak mat, tunduk tak harus merunduk. Perjuangkan hak kita sebagai warga negara Indonesia karena Pancasila dan UUD 45 selalu menyertai kita.