Kudus – Hari-hari ini kita kembali dikejutkan oleh aksi terorisme di beberapa tempat di Indonesia. Namun ada yang luput dari pengamatan kita, yakni keterlibatan perempuan dibalik aksi kekerasan itu. Memang selama ini perempuan meletakkan dirinya sebagai pihak pendukung aksi terorisme yang dilakukan suami.
Namun berbeda dengan yang baru saja terjadi di Surabaya (13/5/2018). Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya dilakukan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, melibatkan empat anak mereka (dua remaja lelaki dan dua anak perempuan di bawah umur). Tampaknya telah terjadi perubahan besar dalam pelibatan keluarga dalam aksi teror.
Bagaimana menangkal gerakan radikal teroris kaum perempuan? Inilah yang menjadi tema Seminar Budaya dengan mengangkat strategi dakwah Sunan Kudus dan Sunan Muria. Acara yang dihelat oleh Pengurus OSIS Madrasah Aliyah Mu’allimat NU Kudus baru-baru ini diikuti lebih dari seratus lima puluh peserta.
Seminar yang pesertanya perempuan semua –perwakilan dari sekolah-sekolah se-Kabupaten Kudus — ini menghadirkan pasangan motivator muda KH. Sofiyan Hadi, Lc., MA dan Hj, Khadijah Al-Hafidzah. Sofiyan Hadi dalam kesempatan itu mengatakan, ”Sudah saatnya semangat toleransi antar umat beragama yang diajarkan Sunan Kudus dipromosikan kepada dunia. Menara Kudus yang mirip candi Hindu, juga tempat wudhu’dengan ornamen archa Budha itu adalah bentuk akulturasi budaya yang indah. Bahkan Sunan Kudus melarang menyembelih sapi. Padahal hukumnya jelas halal. Hal ini dilakukan oleh sunan Kudus demi menjaga harmoni dan membangun kedamaian antar sesama.”
Menurutnya, selain belajar agama dengan benar, generasi muda harus juga mengembangkan jiwa seni dan semangat entrepreneurship. Seni itu olah rasa, supaya hidup tidak kering dan kaku. Sementara entrepreneurship menjadikan hidup kita produktif dan kontributif. ”Kalau anda kaya, berapa banyak kebaikan yang dapat anda ciptakan?”, ujarnya.
Sementara itu, Hj. Khadijah yang juga pengasuh pesantren entrepreneur Al-Mawaddah mengatakan, agar perempuan tidak gampang menjadi sasaran radikalisasi, sebaiknya perempuan fokus terhadap pengembangan potensinya agar menjadi perempuan yang mandiri dan terlibat dalam semua aspek pembangunan. Keluarga perlu menanamkan sejak kecil nilai-nilai kehidupan beragama, bermoral, penuh kasih sayang, belajar mencintai sesama, lingkungan hidup, dan terus dipupuk sampai dewasa.
”Siapa bilang perempuan hanya ngurusi sumur-dapur-kasur? Ajaran Sunan Kudus Gusjigang (Bagus, Ngaji, Dagang -red) itu bukan khusus untuk laki-laki. Jadi, selain berakhlak mulia, Perempuan harus cerdas dan mandiri, karena akan menjadi guru yang pertama bagi anak-anaknya” , kata ibu empat anak itu. []