Jepara – Nelayan Jepara yang tinggal di desa Surodadi kecamatan Kedung menyambut larangan pemakaian alat arad biasa-biasa saja. Sejak dulu nelayan di desa itu telah menggunakan alat tangkap ikan jaring . Namun karena ada temuan alat tangkap arad berbagai jenis maka merekapun ikut-ikutan menggunakan alat tangkap tersebut. Padahal alat arad tersebut masuk kategori tidak ramah lingkungan.
Nur Rohmat yang ditemui kabarseputarmuria di dermaga perahu desa Surodadi mengatakan , nelayan desa Surodadi jumlahnya tidak begitu banyak . Satu desa sekitar seratus orang. Mereka rata-rata menggunakan alat arad berukuran kecil. Dulunya merupakan nelayan jaring , tetapi ketika nelayan lain desa mengoperasikan alat arad. Merekapun ikut-ikutan ngarad ke tengah laut.
Oleh karena itu ketika pemerintah mengeluarkan aturan pelarangan alat arad dia dan teman-temannya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun dengan penggantian alat kembali ke jaring tentunya akan menghabiskan biaya yang cukup besar. Untuk membuat atau mebeli alat arad paling mahal uang yang dikeluarkan sekitar dua jutaan. Namun kembali alat jaring minimal dana yang dibutuhkan sekitar tujuh sampai delapan juta.
“ Bagi yang mempunyai uang sih tak seberapa , namun bagi kami nelayan miskin uang segitu tergolong besar . Sehingga jika jadi ada penggantian alat tangkap mbok kami dipikirkan untuk diberikan bantuan alat tangkap”, kata Nur Rohmat .
Nur Rohmat yang anggota kelompok nelayan “ Mina Abadi “ mengemukakan, nelayan yang tinggal di Surodadi tergolong nelayan kecil . Perahu yang digunakan juga tidak begitu besar jika mengeoperasikan alat arad satu perahu hanya dijalankan satu orang.Namun jika mengoperasikan dogol penangkap teri jumlah awaknya bisa mencapai lima sampai enam orang.
Mesin yang menggerakkan perahu hanya satu buah dengan ukuran rata-rata 16 PK-24 PK. Wilayah tangkap ikan juga tidak terlalu ke tengah. Berangkat pagi hari pulang sore hari. Sehingga perbekalan serta bahan bakar yang dibutuhkan tidak begitu banyak. Hasil yang diperoleh setiap harinya juga biasa-biasa saja hanya cukup untuk makan dan kebutuhan harian saja.
“ Ya yang namanya nelayan kecil ya hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Jika ada kerusakan mesin atau perahu biasanya mereka mencari pinjaman kesana kemari dan dicicil jika perolehan hasil tangkapan berlebih “, tuturnya.
Oleh karena itu Nur Rohmat berharap pemerintah memperhatikan nasib nelayan kecil seperti dirinya. Misalnya dengan memberikan bantuan untuk pengembangan usaha nelayan kecil, Misalnya bantuan berupa mesin penggerak perahu , alat tangkap dan juga biaya untuk merehab perahu.
Rata-rata perahu nelayan kecil seperti dirinya tidak ada perehapan selama lebih sepuluh tahun. Selain biaya yang tidak ada juga karena kondisi perahu masih bisa digunakan untuk melaut.Padahal jika diteliti secara seksama perahu tersebut tidak layak untuk melaut. Akibatnya ketika laut sedang berombak banyak perahu nelayan yang tidak kuat , bocor atau pecah dilaut. (Muin).