KUDUS – Kritik terhadap buku “ Rokok Kretek Bukan Warisan Budaya Indonesia ’’ karya Ade Permata Surya S.Gz MM dan Hery Chariansyah dari Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (RAYA) Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (Raya) Indonesia dilontarkan oleh peneliti Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK), Zamhuri.
Dalam pandangan Zamhuri, banyak kelemahan yang bisa dilihat dari buku tersebut. “ Akurasi buku ini perlu dipertanyakan, karena penulisnya berani mengambil konklusi dengan penggalilan data, wawancara, dan riset yang jauh dari memadai,’’ tegasnya, Selasa (26/4/2016).
Dia mengemukakan, buku yang dirilis oleh peneliti RAYA Indonesia itu seakan sekadar untuk meng-counter buku ‘’Kretek Indonesia; Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya’’ yang dirilis oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Puskindo UMK.
‘’Sekadar untuk membandingkan, tim FIB UGM dan Puskindo UMK membutuhkan waktu selama kurang lebih 18 bulan untuk melakukan riset yang kemudian melahirkan buku Kretek Indonesia, sementara buku yang ditulis kawan-kawan RAYA Indonesia, kajiannya dilakukan antara Januari-Maret. Jelas sekali kalau ini proyek kejar tayang saja,’’ katanya.
Zamhuri mengutarakan, buku ‘’Kretek Indonesia; Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya’’ hadir berdasarkan riset mendalam dengan melibatkan banyak peneliti dari dua universitas, yakni UGM dan UMK.
‘’Untuk menggali data, para peneliti bahkan sampai harus ke Belanda. Ini karena untuk kepentingn pengetahuan, bukan kepentingan pragmatis sesaat,’’ terang ketua tim peneliti buku Kretek Indonesia tersebut.
Minimnya durasi penulisan buku dari peneliti RAYA Indonesia dan sebagaimana diberitakan di laman jitunews.com (21/4/2016) pihak peneliti hanya melakukan wawancara pada beberapa narasumber yang bisa dipertanyakan obyektivitas dan netralitasnya dari kepentingan tertentu.
‘’Wawancara dengan beberapa narasumber saja sebenarnya sah secara metodologi, hanya saja framing-nya harus bebas dari kepentingan pragmatis. Kejujuran dan kebenaran harus dikedepankan dalam sebuah riset (kajian). Kalau riset yang asal, siapa saja bisa melakukan. Namun untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kita tidak bisa gegabah atau sembarangan,’’ tandasnya. (*)