Jepara – Minggu yang lalu ribuan guru wiyata bakti k-2 ke Jakarta menyampaikan aspirasinya agar nasib mereka lebih baik yaitu dengan diangkat jadi PNS. Mereka datang dari berbagai penjuru pulau Jawa. Salah satunya adalah rombongan guru K-2 dari kota ukir jepara. Mereka sejumlah 200 an lebih dengan mencarter bis.
Salah satunya adalah ibu Eni ( bukan nama sebenarnya) yang kini menjadi guru wiyata bakti di sebuah SD di kecamatan Pecangaan. Jika dihitung sampai sekarang ini ia sudah mengabdikan tenaganya sekitar 13 tahun. Namun selama itu keejahteraan yang ia terima belum sebanding dengan tenaga dan pikiran yang dikeluarkan.
“ Kita berwiyata bakti mulai sendirian sampai kini bersuami belum diangkat jadi PNS . Kadang saya berpikiran mau alih profesi melihat kesejahteraann yang belum membaik. Apalagi kini banyak pabrik disekitar saya , dan gajinyapun lumayan “, ujar ibu Eni pada kabarseputarmuria.com
Namun karena panggilan hatinya untuk tetap mengajar maka seberapapun gaji atau honor yang diterima ia tetap menjalankan tugas mengajar. Untuk mengirit pengeluaran iapun terpaksa menempati perumahan yang tidak layak huni di SD tempatnya ia mengajar. Ditemani suaminya yang juga guru Mts swasta ia hidup di perumahan SD.
“ Ya saya malu mengatakan honor mengajar saya karena jumlahnya sangat minim dibandingkan dengan UMR karyawan pabrik. Namun berapapun itu sudah rejeki ya saya terima yang penting saya tetap bisa mengajar anak-nanak “, kata Eni
Keinginan untuk demo di Jakarta sebenarnya dipicu oleh solidaritas antar sesama guru wiyata bakti di di Jepara. Ia mengaku termasuk cukup muda jika dibandingkan teman-teman lainnya. Beberapa diantara guru wiyata bakti K-2 ada yang berumur lebih empat puluh tahun. Bahkan ada yang berusia lebih dari lima puluh tahun.
Dengan menyampaikan aspirasi ke Jakarta itu siapa tahu ada kebijakan dari pemerintah agar secepatnya diangkat menjadin Guru PNS. Dengan guru PNS diharapkan ekonomi keluarga bisa lebih baik dari sekarang. Menjadi PNS adalah dambaan setiap guru wiyata bakti K-2 ,itu sudah harga mati.
“ Gimana tidak harga mati PNS itu, jika njagaake honor wiyata bakti jelas tidak mungkin sejahtera. Untung suami saya kerja di swasta dan punya usaha sampingan servis computer. Bahyangkan honor saya untuk mburuhke momong anak tak cukup. Jadi kadang saya ngajar ya sambil momong anak “, aku ibu Eni.
Namun kenyataannya hasil dari Jakarta belum ada titik terang. Presiden ketika itu sedang kunjungan ke luar daerah kemudian ke luar negeri. Jadinya ya belum ada hasil yang memuaskan kemungkinan waktu yang akan datang mereka akan ke Jakarta lagi kata mbak Eni. (Muin)