Jepara – Warga di Desa Tanggul Tlare, Kecamatan Kedung, Jepara, saat terus dihantui kekahwatiran desanya akan hilang karena tergerus abrasi. Apalagi, selama setengah tahun terakhir, sudah 30 meter luas daratan di desa itu hilang dimakan air laut.
Seperti yang di pernah beritakan Koran Muria , Warga khwatir, jika kondisi itu tersebut terus terjadi, dalam waktu beberapa tahun lagi, desa mereka akan benar-benar lenyap. “Kurun waktu enam bulan ini, air laut sudah masuk kedaratan sejauh 30 meter. Padahal musim baratan lalu tidak terlalu parah. Lalu bagaimana jika 10 atau 20 tahun yang akan datang,” ujar Petinggi Desa Tanggul Tlare, Abdullah Syafii Baidi , Selasa (4/8/2015).
Apalagi dalam beberapa tahun lalu, luas daratan di desa itu jauh menyusut. Ini terlihat dengan hilangnya satu desa, karena tergerus abrasi. Syafii menceritakan, Dahulu Desa Tanggul Tlare, merupakan dua desa yang berdiri sendiri, yakni Desa Tanggul dan Desa Tlare.
Dua desa itu berhadapan langsung dengan laut. Namun karena abrasi yang sangat parah, kedua Desa itu digabung karena daratannya yang sudah hilang. “Karena abrasi sangat parah, ratusan rumah di Tanggul tergusur. Saat ini sisa-sisanya pun masih ada di tengah laut,” terangnya.
Menurutnya, kekhawatiran akan semakin hilangnya daratan desa semakin memuncak, setelah dalam beberapa bulan terakhir luas daratan yang hilang semakin lebar. Dia dapat mengetahui panjang daratan yang tergerus abrasi tersebut, dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan menancapkan penanda di bibir pantai, sebelum terjadi abrasi.
Dia khawatir, daratan desa akan kembali hilang. “Banyak penyebab terjadinya abrasi ini. Seharusnya pemerintah lebih serius dalam mengatasi masalah ini,” katanya.
Tanggul-tanggul penahan gelombang yang ada, lanjut dia, juga dirasa tidak efektif. Sebab tidak saling menyambung di sepanjang garis pantai. Akibatnya, abrasi masih terus terjadi di area yang tidak ada tanggulnya. “Bisa dilihat sendiri. Area yang tidak ada tanggulnya terus tergerus. Tambak garam warga sudah banyak yang hilang,” tandas dia.
Tidak efektifnya tanggul itu juga berdampak pada kesia-siaan penanganan abrasi dengan menanam cemara laut maupun mangrove. Sebab saat tanaman masih belum cukup besar dan kuat, sudah tersapu gelombang.
Lebih lanjut dia mengemukakan, abrasi yang kian parah terjadi disinyalir diakibatkan aktivitas pengambilan batu karang, hingga aktivitas nelayan dengan jaring cantrang. Menurut Syafii, abrasi dulunya tak terlalu parah lantaran di tengah laut Pantai Kedung terdapat Pulau Karang Bokor. “Karena sudah hilang akibat diambil, abrasi menjadi parah karena gelombang tak ada yang memecah,” ucapnya.
Dia menambahkan, solusi yang paling tepat menangani abrasi ini dengan membuat pemecah gelombang. Yakni dengan menanam atau menancapkan tiang di laut, beberapa meter dari daratan. “Tak perlu dengan beton, cukup dengan pohon kelapa. Yang penting tertancap kuat dan membujur di semua garis pantai Kecamatan Kedung,” imbuhnya