Demak – Petambak garam yang tinggal di pesisir Demak dan Jepara jika ingin meningkatkan pendapatannya harus alih teknologi dalam membuat garam. Kementrian Perindistrian kini telah menemukan inovasi teknologi pembuatan garam dengan menggunakan media Isolator. Dengan penggunaan media isolator di meja kristalisasi ini pegaram telah membuktikan adanya peningkatan produksi maupun kenaikan harga.

1ftr

Dr. Ir. Sudarto, MM

Dr. Ir. Sudarto,MM mengatakan, dengan menerapkan teknologi yang ditemukannya, akan meningkatkan produktivitas rata-rata 100 persen dibandingkan dengan meja kristalisasi tanah.
Kemudian, dapat meningkatkan kualitas garam menjadi lebih bersih, homogen dan dapat dibuat atau direncanakan untuk garam bahan baku konsumsi yang kualitasnya dengan kadar NaCl lebih besar dari 94 persen dan garam industri dengan kadar kurang dari 97 persen.
“Teknologi ini juga meningkatkan efisiensi tenaga kerja untuk waktu panen hanya 30 persen dibanding panen meja kristalisasi dari tanah. Kemudian juga meningkatkan harga garam rakyat mencapai harga yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp750 per kg,” kata Sudarto yang juga Kepala Balai Besar Teknologi dan Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang.
Menurutnya, dengan menggunakan teknologi tersebut, Indonesia mampu swasembada garam nasional pada 2017 untuk kelompok garam konsumsi, yaitu garam yang dapat diolah menjadi garam rumah tangga dan garam diet yang dikonsumsi untuk penderita hipertensi.

Sebuah teknologi sistem kristalisasi garam menggunakan Media Isolator yang baru ditemukan, dinilai berpotensi membawa Indonesia swasembada garam nasional pada 2017 jika ditetapkan sebagai kebijakan nasional.

Media Isolator adalah bahan yang digunakan untuk melapisi meja kristalisasi tanah pada proses pembuatan garam NaCl untuk menghasilkan garam bahan baku aneka industri dan proses iodisasi garam beryodium di lahan pegaraman.

Teknologi yang ditemukan oleh Kemenperin dengan inventor Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Sudarto ini telah dimulai penerapannya melalui sosialisasi, pelatihan dibeberapa sentra garam rakyat serta percontohan di sentra Demak, Jepara, Pati dan Rembang.

Dengan menerapkan prosedur operasional standar pegaraman tersebut, maka akan menghasilkan garam dengan standar bahan baku konsumsi dengan kadar NaCl minimal 94,7 persen yang bersih dan homogen pada garam industri.

Selain itu, akan dihasilkan garam beriodium yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) langsung dari lahan pegaraman dengan kadar iodium 30-80 ppm.

Sementara itu, tambahnya, swasembada garam industri, yaitu garam yang digunakan sebagai bahan baku pada proses produksi beberapa industri, seperti industri kimia, farmasi, peminyakan dan aneka pangan baru bisa dicapai pada 2019.

“Perlu intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap lahan-lahan yang sudah ada di Provinsi Jawa Timur (Madura) dengan metode geomembrane, maupun yang belum termanfaatkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Teluk Kupang, Ende dan Nagekeo,” kata Sudarto.

Menurutnya, iklim di Provinsi NTT sangat mendukung untuk pengembangan garam, karena didukung oleh musim kering yang sangat panjang, yakni tujuh hingga delapan bulan.

Sudarto berharap, pemerintahan baru dapat menangkap teknologi ini dan dijadikan sebagai kebijakan nasional, sehingga swasembada garam yang di idam-idamkan bisa segera terwujud.(Muin)