Demak – Kentrung adalah kesenian tutur tradisional yang berasal dari pesisir pantai utara pulau Jawa meliputi daerah di sepanjang jalur Pantura dan beberapa daerah di sekitarnya. Kesenian ini menyampaikan Petuah atau Pitutur lewat cerita yang dibawakan oleh dalang. Adapun beberapa kekhasan dari beberapa daerah mengenai kesenian ini salah satunya Kentrung Demak sendiri. Ada perbedaan dari segi cerita,alat dan kelengkapannya untuk suatu pementasan. Menurut “Mbah Mochammad Syamsuri”,asal usul kentrung di Demak sendiri adalah dari kata Njluntrung yang berarti keliling karena seniman tutur zaman dahulu suka berkeliling dari satu desa ke desa lain.
Beliau mewarisi kesenian ini karena sering mendengar dan ikut hadir dalam pementasan ayahnya dari ketika Beliau kelas III SR(Sekolah Rakyat). Bagai terperangkap dalam keadaan diusia yang sangat muda kelas V SR beliau sering menggantikan ayahnya yang sudah berusia senja untuk pentas dan menyambung hidup karena kedua orang tuanya yang sudah berusia lanjut. Sedangkan ayah beliau Ahmad Prayitno sendiri belajar kesenian ini dari kepandaian beliau bercerita dan menembang.
Lalu saat dahulu begadang di acara Khitan, mantu, puputan, selapanan dan sebagainya beliau disuruh untuk mengisi acara melekan atau begadang sebelum hajatan dimulai alias Pasihan dengan bertutur lewat cerita sambil sesekali menembangkan gending-gending jawa dan pitutur disela-sela cerita yang dibawakan. Beliau lebih suka menyebut seni Tutur dari pada disebut Kentrung “Tapi kebanyakan orang awam menyebutnya kentrung karena sudah jadi ya biarlah” kata kakek 68 tahun itu.
Cerita-cerita yang disampaikan mbah Syamsuri berbeda dengan cerita yang dibawakan seniman tutur di daerah lain. Untuk kesenian tutur khas Demak sendiri menyuguhkan cerita-cerita yang bernuansa Islami Arab maupun Jawa. Contoh cerita yang di bawakan adalah Johar Manik dan Amat Muhammad.”Johar manik itu menceritakan tentang kejujuran sedangkan Amat muhammad bercerita tentang pemuda dari keluarga kurang mampu yang baik hati,pintar mencari kawan dan suka mencari ilmu” tutur kakek dari 11 cucu itu.
Cerita-cerita tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa kawi dan bahasa kromo alus yang disela-sela berjalannya cerita diisi tembang dan gending jawa seperti Dandang gulo, Pangkur, Gambuh, Sinom dan gending lainnya. Gending-gending tersebut dibawakan tidak secara penuh dari awal sampai akhir karena ciri dalang tutur khas Demak adalah perbedaan irama atau variasi irama yang ditembangkan.”kalau sinter itu awalnya nembang Pangkur pasti sampai akhir Pangkur terus,kalau saya kan tidak”kata Mbah Syamsuri. Adapun pitutur yang diselipkan di tengah cerita bisa berupa Parikan dan Petuah-petuah yang terkadang menyesuaikan dengan keadaan atau Kondisi masyarakat saat ini seperti halnya Korupsi,Pembangunan,Perilaku dan sebagainya.
Alat yang digunakan pun berbeda dengan kesenian tutur dari daerah lain. Seni tutur khas Demak hanya menggunakan alat Terbang 3 buah dan seorang dalang. Terbang yang digunakan ada 3 jenis yaitu Keteplak (paling kecil),Ketipung(berukuran sedang) dan Gendung(berukuran Besar). Menurut beliau Terbang dipakai karena dahulu kala hanya ada terbang yang mudah dijumpai dan tidak ada seniman tutur dari daerah lain yang menggunakannya pada saat itu sehingga seni tutur demak punya aroma tersendiri dalam pementasannya.
Kesenian tutur khas Demak hanya dipentaskan oleh seorang dalang yang duduk,bercerita,nembang dan menabuh terbang sendiri selama 2-6 jam.Adapun di Tulungagung kesenian ini dimainkan oleh dua orang.Terdiri dari dalang merangkap instrumen gendang dan satu pengrawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang.
Sumber : www.demakkab.go.id
Haji aman dan lancar bersama KBIH ” Al-Firdaus” Jepara Hubungi 085 290 375 959
TOKO BUKU DAN KITAB SUPER LENGKAP
ALAT TAMBAL BAN BAKAR SUPER CEPAT
MENCUCI TANPA SABUN SUPER HEMAT
MAINAN MURAH SERBA 1000 RUPIAH