Suryokoco – Desamerdeka : UU no 6 tahun 2014 tentang desa  sementara ini oleh banyak pihak hanya dilihat dari sisi penyiapan anggran dari APBN untuk desa, yang kesannya luar biasa dan sepertinya tidak ada program dari Pusat yang dialokasikan untuk desa.

Presiden terpilih Jokowi pada akhirnya menjadi tumpuan harapan pelaksana UU Desa, ditambah dengan 9 Program Nyata angka 2 menyebutkan “ Mensejahterakan desa dengan cara mengalokasikan dana desa rata-rata Rp 1,4 miliar per desa dalam bentuk program bantuan khusus dan menjadikan perangkat desa jadi PNS secara bertahap”

Angka 1,4 miliar tiap desa bukanlah angka yang kecil bila dilihat jumlah desa sekitar 73.000 desa seluruh Indonesia, yaitu total angka alokasi presiden untuk Desa adalah  102,2 Trilyun.  Angka tersebut lebih dari 7 kali lipat anggaran untuk Kementerian Dalam Negeri tahun 2014 yang hanya 13,79 trilyun.

Merujuk pada janji Presiden akan mengalokasikan dana rata rata 1,4 miliar tiap desa maka disamping  Alokasi Anggaran bersumber dari Belanja Negara yang besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top), maka diperlukan juga alokasi khusus untuk desa.

Melihat RAPBN 2015, total anggaran belanja negara yang diasumsikan sebesar Rp 2.019,9 triliun, sebanyak 31% atau Rp 630,9 triliun-nya untuk transfer daerah, artinya alokasi anggaran Desa bersumber dari APBN sebesar Rp 63,09 Triliun. Bila dibagi dengan jumlah desa 73.000 desa, maka rata rata desa baru mendapatkan Rp 864 juta.

Untuk memenuhi menjadi rata rata desa mendapatkan Rp. 1,4 miliar, maka Pemerintah harus menggelontorkan lagi program bantuan desa dalam bentuk alokasi khusus Rp 102.2 – Rp. 63,09 yaitu Rp. 39,11 Triliun lagi.

Ada hal lebih penting daripada Alokasi Anggaran Desa  dari APBN.

UU Desa membawa semangat baru yaitu membangun konstruksi gabungan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.

UU Desa juga mengusung konsep Pembangunan Desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu „Desa membangun‟ dan „membangun Desa‟ yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa.

Bahkan dalam UU Desa ini mengatur tentang Hak dan kewajiban Masyarakay desa dii Pasal 68 yang antara lain Masyarakat Desa berhak: mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; pelayanan yang sama dan adil; menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat l tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;  mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban.

Adapun kewajiban Masyarakat Desa antara lain membangun diri dan memelihara lingkungan Desa; mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik; cmendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa.

UU Desa juga menyebutkan dengan detail tentang  lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa.

Dari beberapa hal tersebut diatas, maka UU Desa tidak layak hanya dilihat dari sisi alokasi anggran bersumber dari belanja Pusat.

JOKOWI perlu membentuk Komisi Desa dan Perdesaan

Merujuk pada  Misi Nawa Cita angka 2 dan 3 yang berbunyi “Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.” dan  “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.”,  serta semanat gotong royong yang diusung, maka Pemerintahan  kedepan dituntut memberikan ruang yang cukup kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan pelaksanaan program.

Komisi Desa dan Perdesaan adalah konklusi yang pantas untuk dipertimbangkan, dimana kedudukan  dan tugas  komisi ini seperti halnya komisi pengawas haji yaitu berkedudukan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Penyelenggaraan UU Desa,

Sedang dalam hal tugas Komisi Desa dan Perdesaan adalah memantau dan menganalisis kebijakan operasional  Penyelenggaraan UU Desa sampai di tingkat daerah, malakukan analisis hasil pengawasan dari berbagai lembaga pengawas dan masyarakat; menerima masukan dan saran masyarakat mengenai pelaksanaan UU Desa; dan merumuskan pertimbangan dan saran penyempurnaan kebijakan Presiden dalam Pembangunan Desa dan Perdesaan.

Selayaknya Komisi yang ada, maka Komisi Desa dan Perdesaan bisa beranggotakan unsur Pemerintah dan Masyarakat dan atau hanya terdiri dari unsur masyarakat.

sumber : suryokoco