Pati – Mengingat efek yang ditimbulkan dari penyakit hemofilia cukup berat dan sudah pasti akan berdampak pada kualitas hidup pasien, RSUD RAA Soewondo Pati menggelar Pertemuan ilmiah.
Terselenggaranya acara tersebut berkat RSUD RAA Soewondo Pati mengadakan kerjasama dengan World Federation Hemophilia (WFH), Perhimpunan Hematologi dan Tranfusi Darah Indonesia ( PHTDI ) Jawa Tengah dan Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (Indonesia Hemophilia Society).
Bertempat di Aula RSUD Soewondo Pati, Rabu (21/9), pertemuan ilmiah World Federation Hemophilia (WFH) digelar, hadir Pj Bupati Pati Henggar Budi Anggoro, Kepala DKK Pati,dan para tamu undangan.
Pj Bupati Henggar mengucapkan terima kasih kepada Direktur RSUD RAA Soewondo Pati yang telah bekerjasama dengan World Federation Hemophilia (WFH), Perhimpunan Hematologi dan Tranfusi Darah Indonesia ( PHTDI ) Jawa Tengah dan Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (Indonesia Hemophilia Society) demi terselenggaranya kegiatan ini.
Henggar pun menyambut baik pertemuan ilmiah ini sekaligus mengapresiasi sinergitas yang telah terjalin dengan baik diantara para stakeholder.
“Kami pun mengapresiasi berbagai kontribusi yang telah diberikan dalam memfasilitasi dan memberikan perhatian serta pendampingan terhadap penderita hemofilia”, tambah Pj Bupati.
Menurut data yang ada, sambung Henggar, pasien hemofilia yang rutin berobat di RSUD RAA Soewondo berjumlah 12 orang. “Secara kuantitas memang terbilang sedikit, namun meski demikian tetap tidak boleh disepelekan”, pintanya.
Itu lantaran efek yang ditimbulkan dari penyakit hemofilia cukup berat dan sudah pasti akan berdampak pada kualitas hidup pasien apabila tidak mendapatkan pendampingan, perawatan dan penanganan sesuai dengan standar medis dan protokol yang ada.
“Seperti yang kita ketahui bersama, meski tergolong langka hemofilia tergolong penyakit katastropik, dimana penderitanya rentan mengalami pendarahan berulang yang berpotensi mengakibatkan kecacatan bahkan kematian”, jelasnya.
Karena itu, menurut Henggar, pertemuan ilmiah seperti ini perlu diselenggarakan secara rutin sebagai bentuk dukungan kepada para pasien sekaligus sosialisasi kepada masyarakat terkait hemofilia.
“Karena bisa saja di luar sana masih banyak masyarakat yang belum memahami karateristik dan penanganan penyakit ini sehingga dimungkinkan data yang kita miliki terkait jumlah penderita hemofilia tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan”, terangnya
Dengan adanya diseminasi terkait hemofilia seperti ini, Henggar berharap masyarakat semakin teredukasi sehingga apabila ada yang memiliki gejala hemofilia dapat memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan terdekat agar mendapat penanganan yang tepat dan memadai. Hal itu, menurut Henggar, karena penanganan hemofilia yang optimal bukan hanya membutuhkan dukungan medis namun juga dari sisi kebijakan.
“Pemerintah Kabupaten Pati berkolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait, berkomitmen sepenuhnya untuk mendorong terwujudnya implementasi standar layanan yang memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi pasien hemofilia terutama terkait aspek ketersediaan obat, fasilitas dan mekanisme pembiayaan”, pungkas Pj Bupati Pati. (HMS/Agus )