Umi Mustaghfiroh (1808056041)
Pada akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan munculnya virus Covid-19 atau yang dikenal dengan virus corona. Di Indonesia, wabah virus ini telah ditetapkan sebagai wabah pandemi nasional. Wabah pandemi ini memiliki dampak besar terhadap segala sektor kehidupan manusia, tak terkecuali sektor kehidupan. Sebagian besar negara di berbagai penjuru dunia menetapkan kebijakan meniadakan pembelajaran secara tatap muka langsung pada berbagai jenjang pendidikan, termasuk negara Indonesia (Syah, 2020). Dalam masa pandemi seperti sekarang ini, pendidikan di Indonesia tentunya tidak dapat berlangsung seperti biasanya. Seluruh satuan pendidikan di Indonesia harus mengikuti kebijakan pemerintah untuk mengadakan pembaharuan dalam melaksanakan pembelajaran selama masa pandemi guna mengambangkan kualitas pendidikan di Indonesia (Syarifudin, 2020). Pandemi virus ini mengharuskan proses pembelajaran dilakukan dengan alternatif pembelajaran jarak jauh dengan media daring (dalam jaringan).
Proses pembelajaran jarak jauh memiliki perbedaan yang siginifikan dengan pembelajaran tatap muka. Saat pembelajaran jarak jauh komunikasi antara siswa dan guru sangatlah minim karena tidak dapat berinteraksi langsung (Teguh, 2015). Pembelajaran jarak jauh mengharuskan siswa belajar dari rumah sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dengan keluarga. Dengan demikian, orang tua mempunyai peran lebih dalam menemani, membimbing, dan mengawasi anak selama mereka belajar dari rumah dengan bantuan media teknologi informasi tersebut (Prabowo et al., 2020).
Memang sebenarnya lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang baik dalam mengembangkan sikap atau karakter positif siswa. Keluarga merupakan lingkungan awal seorang anak melakukan interkasi, mengalami tumbuh kembang secara fisik dan emosinya (Hulukati, 2015). orang tua harus menjadi seorang pendidik, menggantikan guru di sekolah, mengambil peran yang sentral sebagai life educator di rumah selama masa pandemi ini. Inilah saatnya kondisi yang baik ini diharapkan menjadi momentum penanaman hal yang positif bagi anak (Anwar, 2013). Maka dari itu penulis ingin lebih jauh mengetahui tentang bagaimana urgensi pendidikan karakter berbasis keluarga di masa pandemi.
PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter (character) berasal dari bahasa Yunani “charassein” yang berarti “to engrave” (menggambar, melukis). Arti harfiah tersebut melahirkan pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda atau ciri khusus. Karenanya, karakter dapat dipahami sebagai pola tingkah laku yang bersifat individual dan sifat yang dimiliki seseorang. Karakter sangat erat kaitannya dengan pengetahuan yang baik (knowing the good), melakukan hal yang baik (acting the good), dan mencintai yang baik (loving the good). Ketiga hal ini terjalin berkelindan yang tidak dapat berdiri sendiri (Sudrajat, 2011). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya (Lubis & Harahap, 2021).
Sementara itu, pendidikan karakter dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang bertujuan membentuk karakter siswa agar dapat beradaptasi dalam kehidupan sosial masyarakat, baik di kancah regional maupun global. Melalui pendidikan karakter, siswa dapat melindungi diri, membentuk kepribadian mandiri berdasarkan keyakinannya, memiliki sikap yang baik dan saling menghargai antar-sesama yang memiliki perbedaan. Pendidikan karakter juga memiliki hubungan yang positif dengan keberhasilan membentuk persepsi sosial siswa (Widyahening dan Wardhani 2016).
Thomas Lickona (1993) mendefinisikan pendidikan karakter berupa usaha-usaha yang disengaja yang mempunyai tujuan membantu siswa sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, serta mengimplementasikan nilai-nilai etika. Dalam pendidikan karakter, nilai-nilai kemanusiaan secara universal berusaha diwujudkan dengan berpijak pada nilai-nilai etik yang dimiliki setiap individu. Thomas Lickona juga mengartikan pendidikan karakter sebagai usaha yang disengaja dari berbagai dimensi kehidupan sosial dalam rangka membentuk karakter secara optimal. Dengan demikian, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai bentuk penanaman nilai-nilai (value) atau karakter yang baik kepada siswa dalam rangka mengarahkan tumbuh kembang anak agar memiliki sifat yang baik. Adapun ciri-ciri dasar pendidikan karakter menurut Foester ada 4 (Renata, R. 2017), yaitu:
- Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki dan nilai menjadi pedoman normative dalam setiap tindakan.
- Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip, dan tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko.
- Otonomi, dimana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi.
- Keteguhan dan kesetiaan, yaitu sikap mempertahankan akan pilihan yang sudah dianggap benar.
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA
Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sistem lingkungan mikrosistem bagi anak, yaitu lingkungan terkecil tempat anak lahir dan dibesarkan. Keluarga disebut sebagai sistem karna merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan dan berinteraksi (Santrock, 2011). Sosialisasi yang terbentuk dalam keluarga merupakan sosialisasi timbal balik, yaitu orang tua bersosialisasi dengan anak seperti anak bersosialisasi dengan orang tua. Ayah akan bersosialisasi kepada Ibu, begitu pula sebaliknya. Bila ditarik benang merah, terdapat tiga lingkaran hubungan dalam keluarga yang saling mempengaruhi. Yaitu hubungan pernikahan- pengasuhan-perkembangan dan perilaku anak. Orang tua yang memiliki hubungan pernikahan yang bahagia, akan berpengaruh pada pengasuhan yang positif terhadap anak-anak mereka. Pernikahan yang bahagia akan menghasilkan pengasuhan yang baik, responsif, dan hangat pada anak. Pengasuhan positif yang diberikan oleh orang tua dapat mengoptimalkan perkembangan anak dan kepribadian baik anak.
Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter
Peran keluarga dalam pendidikan, sosialisasi, dan penanaman nilai kepada anak sangatlah besar. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan keluarga yang berkarakter baik, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal (Zulhaini, Z. 2019). Artinya bahwa keluarga merupakan tempat yang awal dan efektif untuk menjalankan fungsi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Jika keluarga gagal mengajarkan kemampuan terbaik dan dasar bagi mereka, sangat sulit bagi pihak lain untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sarana pendidikan karakter yang pertama dan terpenting. Jika keluarga gagal mendidik anak-anak mereka, sulit bagi pihak lain di luar keluarga untuk memperbaiki dan meningkatkan. Kegagalan keluarga untuk membentuk kepribadian anak akan mengarah pada pertumbuhan masyarakat yang tak tertandingi, sehingga setiap keluarga harus menyadari bahwa karakter bangsa sangat bergantung pada pengajaran kepribadian anak.
Mendidik karakter harus didahulukan dan mulai dengan anak-anak di lingkaran keluarga terkecil. Karena dalam kandungan bahkan setelah lahir selalu berada di lingkungan keluarga, terutama di dekat orang tuanya. Pendidikan karakter dalam keluarga dapat dilakukan secepat mungkin, pertama anak-anak terbiasa hidup di lingkungan yang positif. Orang tua dan orang-orang di sekitar rumah harus menunjukkan sikap dan kepercayaan positif seperti berdoa, berbagi, dan berbicara dengan sopan dan jujur. Apalagi yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari seperti berdoa sebelum tidur, berdoa sebelum makan, berdoa berangkat kesekolah dan lainnya. Perilaku positif ini secara bertahap akan menjadi bagian dari perkembangan kepribadian anak. Adapun wujud kebiasaan yang ditanamkan pada anak melalui pendidikan karakter menurut seoarang ahli (Sani, R,2016) ada sembilan pilar pribadi yang dapat diajarkan kepada anak-anak:
- Cinta Tuhan dan kebenaran (cinta Tuhan, kepercayaan, pengudusan, kesetiaan).
- Tanggung jawab, disiplin, dan kemandirian (tanggung jawab, perbedaan, kemandirian, disiplin, ketertiban).
- Kepercayaan (trustworthiness, reliability, honesty).
- Rasa hormat dan santun (hormat, santun, ketaatan).
- Cinta, perhatian, dan kerja sama (cinta, belas kasihan, perhatian, simpati, kedermawanan, moderasi, kerja sama).
- Kepercayaan, kreativitas, dan pantang menyerah (kepercayaan, ketegasan, kreativitas, sumber daya, keberanian, tekad, dan antusiasme).
- Keadilan dan kepemimpinan (keadilan, keadilan, kasih sayang dan kepemimpinan).
- Baik dan rendah hati (kebaikan, kebaikan, kerendahan hati dan kerendahan hati).
- Toleransi dan cinta damai (toleransi, fleksibilitas, perdamaian dan persatuan).
Pola Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada dasarnya merupakan usaha sadar dan terprogram untuk membentuk prilaku siswa menjadi lebih baik. Ketika saatnya dilaksanakan maka akan menemukan kondisi dan sisuasi yang bervariasi atau majemuk namun dinamis karena yang dihadapi adalah siswa yang potensial. Kondisi ini menuntut adanya pola pola yang konkrit namun mudah untuk dilaksanakan dan terukur hasilnya. Menurut hasil penelitian Murniyetti (2016) pola untuk mendidik karakter siswa di sekolah harus luwes dan terampil yang digambarkan dalam 8 pola pemilihan.
- Integrasi materi pendidikan.
- Aturan sekolah yang membentuk karakter.
- Kompetisi ilmiah antar siswa.
- Pemberian penghargaan kepada siswa teladan.
- Rutinitas merayakan Hari Nasional.
- Praktik ibadah sehari-hari.
- Kegiatan kepanduan.
- Mengadakan pelajaran/pelatihan bakat dan musik.
Pada prinsipnya, pola implementasi tidak diatur dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa di sekolah secara standar dan absolut. Namun, nilai-nilai dan substansi dari delapan pola ini juga harus dilakukan di lingkungan keluarga sehingga terjadi sinergisitas antara guru di sekolah dan orang tua di rumah. Untuk melaksanakan pendidikan karakter di dalam keluarga sebagaimana juga dilaksanakan di sekolah, maka para orang tua hendaknya melakukan dengan pola-pola tertentu sebagaimana dilakukan di sekolah. Dalam hal pendidikan karakter di keluarga (rumah), orang tua dianjurkan untuk menerapkan pola pengasuhan 5 K, yaitu kepribadian sebagai pengajar, kekompakan, konsistensi, komunikasi dan komitmen (Abdul Munir, 2010).
- Mengajar atau mengundang orang lain menjadi teladan, manusia memiliki kepribadian yang baik untuk anak-anak, contoh yang ditunjukkan akan berdampak besar pada kesuksesan pendidikan dan memperkuat kepribadian anak, seiring keberhasilan Nabi membentuk kepribadian umatnya karena ia adalah contoh segera dan telah menjadi panutan bagi masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter akan berhasil jika ada angka dan peserta adalah contoh nyata.
- Kekompakan. Kedua orang tua, ibu dan ayah, harus terlibat dalam merawat,
membimbing, dan mendidik anak-anak. Mereka harus bersatu dan saling mendukung. Anak- anak mungkin tidak boleh melihat perbedaan pengasuhan seorang ibu yang mengizinkan sedangkan ayahnya melarang. Ini seharusnya tidak terjadi, karena pasti akan merusak wibawa orang tua karena telah membingungkan anak-anak dalam menentukan pilihan. Sikap yang benar adalah ibu dan ayah mendiskusikan hal ini terlebih dahulu sebelum memutuskan di depan anak.
- Konsisten. Ini adalah upaya berkelanjutan yang mewakili proses panjang yang berakhir setelah kematian manusia. Dalam mendidik orang tua, mereka seharusnya tidak mengenali kata bosan, apalagi putus asa. Orang tua juga tidak boleh puas dengan program sekolah mereka. Orang tua harus terus mengajarkan kepribadian anak-anak mereka ketika mereka berada di rumah, dan meminta mereka untuk jujur dalam merawat, membimbing, dan mendidik anak-anak mereka. Waktu akan menguji konsistensi orang tua. Para ibu dan ayah hendaknya tidak mudah diubah dan tetap teguh dalam keyakinan mereka, yakin bahwa apa yang mereka coba capai akan membuahkan hasil.
- Komunikatif. Masalah komunikasi sangat penting. Salah dalam hal memberikan sesuatu kepada anak-anak yang akan berakibat fatal. Kesalahpahaman akan menjadi jarak yang dapat memisahkan kedekatan orang tua-anak. Oleh karena itu, orang tua dituntut untuk dapat berbicara dengan baik, langsung dan mudah dipahami. Mereka harus sabar dalam mencerna bahasa anak-anak. Tanggap terhadap keluhan anak-anak, komunikasi yang baik antara orang tua dan anak-anak akan meningkatkan hubungan emosional mereka. Sehingga terjadi saling pengertian, saling memahami dan mencintai secara alami.
- Komitmen. Bahwa para orang tua hendaknya memiliki keyakinan tentang nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang dipertahankan. Nilai – nilai yang diyakini bisa bersumber dari ajaran agama baik dalam Alqur’an maupun Sunnah Nabi Saw, nasihat guru atau ulama, ketetapan dari lembaga sebagai etika atau norma-norma yang sudah disepakati. Ketika orang tua sudah memiliki keyakinan akan kebenaran yang dipertahankan, maka anak-anak tentu akan menjadikannya sebagai pedoman hidup kelak dia dewasa dan jauh dari orang tuanya bahkan bisa mewariskan kelak kepada keturunannya.
Peran Orang Tua dalam Pembentukan Karakter Anak Masa Pandemi
Selama masa pandemi Covid-19, orang tua memainkan peran lebih dalam pendidikan karakter anak. Selain bentuk pengawasan dan pendampingan yang harus diberikan, orang tua memiliki tanggung jawab lebih dalam memfasilitasi dan memastikan keberlangsungan proses pembelajaran daring tersebut, agar tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik. Berbagai peran yang dapat dilakukan orang tua dalam pembentukan karakter anak di masa pandemi Covid-19 dapat diidentifikasi sebagai berikut (Prabowo et al., 2020).
- Peran Sebagai Pendidik (Edukator)
Berkembang atau tidaknya anak sangat tergantung bagaimana profesionalisme orang tua dalam mendidik dan membimbing mereka. Peran sebagai pendidik (guru) ini adalah peran yang harus dilakukan oleh orang tua, baik di masa pandemi atau tidak sedang masa pandemi. Akan tetapi peran sebagai pendidik di masa pandemi menjadi lebih intens. Karena sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah selama masa pandemi Covid-19 dialihkan ke rumah masing- masing siswa melalui media teknologi. Oleh sebab itu, orang tua berperan lebih dalam mendidik anak-anaknya di rumah.
Dalam konteks belajar dari rumah, orang tua menggantikan peran guru di sekolah dalam hal transfer pengetahuan kepada siswa. Pengetahuan atau konten materi yang disampaikan oleh guru dirumuskan dan dikembangkan kembali oleh orang tua di rumah. Proses ini membutuhkan keterampilan khusus, mengingat tidak semua orang tua siswa memiliki latar belakang pendidikan yang sama. Bagi orang tua yang telah mengenyam pendidikan sebelumnya, barangkali tidak mengalami hambatan dalam membantu guru menyampaikan materi, akan tetapi bagi orang tua dengan latar belakang pendidikan rendah harus belajar kembali mengulas materi-materi yang sudah tentu jauh lebih berkembang.
- Peran sebagai Fasilitator
Selain berperan mengarahkan anak agar berprestasi, orang tua juga berperan memfasilitasi tumbuh kembang anak menjadi pribadi yang memiliki perangai terpuji. Dalam pendidikan karakter di lingkup masyarakat plural, peran orang tua dapat menjadi fasilitator dalam menanamkan nilai-nilai karakater pada anak untuk dapat hidup berdampingan di tengah-tengah perbedaan yang ada.
- Peran sebagai Pengawas dan Pendamping
Diberlakukannya pembelajaran daring, membuat siswa menjadi lebih intens dalam menggunakan smartphone. Penggunaan smartphone oleh anak dengan varian fitur aplikasi yang ditawarkan memerlukan adanya pengawasan dan pendampingan oleh orang tua. Piranti lunak (software) yang tersedia di dalam perangkat teknologi informasi (komputer, laptop, atau smartphone) memiliki dua mata sisi. Di satu sisi banyak manfaat yang dapat diperoleh, di sisi lain dapat menimbulkan ekses negatif bagi penggunanya apabila tidak dimaatkan secara bijak, lebih-lebih jika digunakan oleh anak-anak. Oleh karenanya, penggunaan gadget sebagai media belajar di rumah perlu pendampingan dan pengawasan khusus dari orang tua agar dalam prosesnya tidak disalahgunakan oleh anak, seperti bermain video games, maupun mengakses konten- konten negatif.
- Peran Sebagai Motivator
Tidak dapat dielakkan lagi bahwa belajar dari rumah mengakibatkan kejenuhan bagi anak. Minimnya interaksi sosial dengan rekan-rekan sekolahnya turut menyumbang rasa jemu bagi mereka. Di titik dimana anak mengalami keadaan stress akibat bosan belajar di rumah, motivasi sangat diperlukan bagi mereka untuk tetap eksis dalam proses kegiatan pembelajaran. Dalam keadaan ini, orang tua mengambil peran sebagai motivator dengan terus memberikan motivasi dan nasihat ke anak agar tetap antusias mengikuti kegiatan pembelajaran daring.
- Peran sebagai Contoh Figur yang Baik
Anak cenderung lebih meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya, ketimbang menuruti perintah yang disampaikan secara verbal. Sehingga, sebagai orang tua sudah semestinya lebih banyak memberi teladan ketimbang hanya memberi instruksi- instruksi kepada anaknya. Di masa pandemi ini dimana anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, orang tua dapat memberikan lebih banyak teladan kepada anak-anaknya untuk dapat diinternalisasi dengan baik.1
Metode Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga
Proses pendidikan karakter yag dilakukan orang tua sebaiknya dilakukan dengan beberapa metode yang tidak banyak berbeda dengan metode guru mengajar di sekolah. Metode pendidikan yang efektif tersebut adalah sebagai berikut (Ulwan, t.t):
- Pendidikan dengan keteladanan.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode ifluentif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral dan spiritual. Hal ini karena orang tua adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan diteladani dalam perilakunya, baik langsung atau tidak. Dalam konteks pendidikan akhlak (karakter) metode ini sangat penting karena akhlak merupakan kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (Nata, 2001).
- Pendidikan dengan adat kebiasaan.
Manusia diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni sebagai naluri beragama. Fitrah ini akan terus tumbuh dalam diri seorang anak apabila didukung dua faktor, yaitu pendidikan Islam yang utama dan faktor lingkungan yang baik. Dua faktor inilah diyakini memiliki peranan dalam proses pembiasaan, pengajaran, dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus.
- Pendidikan dengan nasihat
Metode ini merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak. Nasihat diyakini dapat membukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Metode nasihat ini apabila disampaikan secara tulus, berbekas, dan berpengaruh, dan memasuki jiwa yang bening, hati yang terbuka, akal yang bijak dan berfikir, maka akan mendapat tanggapan secepatnya dan meninggalkan bekas yang mendalam.
- Pendidikan dengan memberikan perhatian.
Metode ini merupakan metode yang dilakukan dengan mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya. Metode ini dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara utuh.
- Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Ulwan menyatakan bahwa dalam memberikan hukuman terdapat beberapa metode, yaitu;
- Lemah lembut dan kasih sayang, hal ini karena hukuman dalam Islam sesungguhnya untuk merealisasikan kehidupan yang tenang, penuh kedamaian, ketentraman, dan keamanan. Terlebih dalam dunia pendidikan, hukuman juga dimaksudkan sebagai bagian dari proses pendidikan, sehingga melalui hukuman diharapkan akan tercipta perubahan perilaku anak ke arah yang lebih baik;
- Menjaga tabi’at anak yang salah dalam menggunakan hukuman. Anak-anak memiliki perbedaan kecerdasan satu dengan lainnya, termasuk perbedaan dalam aspek psikologinya, sehingga dalam memberikan hukuman harus memperhatikan kondisi diri anak masing-masing. Sikap keras yang berlebihan terhadap anak justeru akan membiasakan anak bersikap penakut, lemah dan lari tugas-tugas kehidupan;
- Hukuman dilakukan secara bertahap. Pemberian hukuman dalam proses pendidikan sesungguhnya merupakan upaya terakhir namun tetap bertujuan mendidik, sehingga diperlukan kemampuan orang tua dan pendidik untuk mencari berbagai cara dalam memperbaiki dan mendidik anak. Setelah memberikan hukuman, pendidik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengamalan akhlak anak, sehingga dapat meningkatkan derajat moral dan sosialnya, serta membentuknya menjadi manusia yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Munir. (2010). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Anwar, A. (2013). Kontribusi Keluarga terhadap Pembentukan Karakter Anak (Studi Perspektif Modal Sosial di Kota Parepare). Kuriositas: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan. 9(1). 57-65.
Hulukati, W. (2015). Peran Lingkungan Keluarga terhadap Perkembangan Anak. Jurnal Musawa IAIN PALU, 7(2), 265-282.
Lickona, Thomas. 1993. “The Return of Character Education.” Educational leadership 51(3): 6–11.
Lubis, M.S. & Harahap, S.M. 2021. Peran Keluarga Dalam Menciptakan Pendidikan Karakter Masa Pandemi. Prosiding Seminar Nasional PBSI-IV. Medan: Universitas Negeri Medan.
Murniyetti. (2016). Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terhadap Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Karakter. Universitas Negeri Padang. 4(2).
Prabowo, S.H., Fakhruddin, A. & Rohman, M. 2020. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Karakter Anak di Masa Pandemi Covid-19 Perspektif Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 11(2): 191–207.
Renata, R., Kristiawan, M., & Pratami, F. A. R. (2017, December). Perbincangan Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang.
Sani, R. A., & Kadri, M. (2016). Pendidikan Karakter: Mengembangkan Karakter Anak yang Islami.
Santrock, J.W. (2011). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, 1(1), 47-58.
Syah, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I, 7(5).
Syarifudin, A.S. (2020). Implementasi Pembelajaran Daring untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan sebagai Dampak Diterapkannya Social Distancing. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sstra Indonesia Metalingua, 5(1).
Teguh, M. (2015). Difusi Inovasi dalam Program Pembelajaran Jarak Jauh di Yayasan Trampil Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra, 2015. https://dspace.uc.ac.id/handle/123456789/907
Ulwan, Abdullah Nasih t.t., Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Semarang: C.V. Asy- Syifa’
Widyahening, S, and M Wardhani. 2016. “Literary Works and Character Education.” International journal of language and literature 4(1).
Zulhaini, Z. (2019). Peranan Keluarga dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Kepada Anak. AL-HIKMAH (Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam), 1(1), 1-15.