Aku dari sejak kecil hingga berputra empat sekarang tidak pernah pergi jauh dari kampung , karena dari sekolah SD terus masuk SMP tidak pernah mondok atau kos , cuma ketika sekolah di SMA saja aku yang kos namun demikian dua minggu sekali pasti pulang kampung.
Sehingga dikeluarga kami akulah yang termasuk dekat dengan ayah atau ibu , karena empat dari lima anaknya pernah mondok atau sekolah yang jauh dari kampung . Oleh karena itu jika melihat sosok ayah sayalah yang lebih faham dari anak-anak yang lainnya , begitu juga dengan sifat dan karakter yang selalu jadi contoh anak-anak dan cucunya sekarang.
Nama lengkap ayah saya almarhum Haji Muslikan , beliau telah meninggal di tahun 2014 dab terakhir adakah telah pensiun mulai tahun 1992. Pendidikannya tidak begitu tinggi hanyalah tamatan SGB ( Sekolah Guru Bantu ) yang kemudian dilanjutkan pendidikan KPG (Kursus Pendidikan Guru) setelah beberapa tahun mengajar dan hampir menamatkan D 2 PGSD namun tidak selesai karena keburu pensiun.
Melihat sekilas kondisi ayah saya memang tidak ada apa-apanya seperti orang-orang yang menikmati masa pensiun dengan ketuaan dan kerentaannya. Namun bagi saya sendiri dan anak-anaknya ayah kami adalah orang yang yang menginspirasi hidup kami untuk lebih baik kelak dengan cara belajar giat , tidak bohong , hidup apa adanya dan selalu berbuat baik dan jujur.
Sehingga kami berlima sering menerima hukuman dari beliau seperti dijewer telinganya , dipukul pakai tongkat , sampai dengan dimasukkan dalam kolam karena kami-kami anaknya melakukan kesalahan ataupun melanggar aturannya.
Seperti halnya ketika jam belajar kami mencuri-curi menonton televisi milik tetangga maka ketiak kami kembali ayah telah menunggunya di depan pintu dengan tongkat kecil yang siap dipukulkan ke punggung kami . Pernah saya dijewer telinga saya rasanya hampir putus , karena ketahuan berkelahi dengan anak tetangga.
Begitu juga adik saya pernah dimasukkan ke dalam kolam karena ketahuan bohong mengambil uang ibu untuk membeli mainan dan jajan. Kakak saya perempuan juga pernah mendapat hukuman dari ayah dikurung dalam kamar beberapa jam , karena ketahuan mengambil uang ibu untuk jajan dengan teman-temanya .
Oleh karena itu jika kami berkumpul cerita-cerita lama itu sering dimunculkan ke cucu –cucunya sekarang , karena melihat kondisi anak kami yang menurut ayah saya cukup dimanjakan.
Ketika menjabat sebagai kepala sekolah ayah kami dikenal sebagai guru yang cukup disiplin dan tepat waktu ketika belum punya sepeda beliau berjalan kami menuju sekolah , dan jika ada guru yang datangnya terlambat sering kena tegur ayah .
Jika tidak ada kepentingan yang mendesak atau sakit parah beliau selalu mengajar , dan sifat itulah yang saat ini ditanamkan pada kakak saya yang kebetulan menjadi guru seperti ayah. Menurut beliau kita kerja yang diberi gaji itu tenaga kita , sehingga kita harus bekerja dengan rajin jangan sering membolos jika ingin gaji yang kita dapatkan itu halal dan berkah.
Sehingga setiap bertemu atau lewat telepon sering ayah saya mengingatkan kedua kakak saya yang PNS untuk berbuat rajin bekerja , disiplin dan jujur , apalagi kakak tua saya yang belum lama ini diangkat menjadi Kepala Sekolah SMU di kabupaten Batang terus diingatkan akan hal itu.
Sifat lain yang memotivasi kami untuk berbuat seperti beliau adalah sifat penyayang pada anak dan istri, saat ini ibu kami kedua kakinya tidak dapat dipergunakan untuk jalan sehingga kesehariannya sering ditempat tidur kalau jalanpun harus dibantu dengan empat kaki .
Menurut penelitian Dokter Rumah Sakit Dr. Soeharso Solo ibu kami terkena osteporosis akut yang mengakibatkan rusak persendian kakinya sehinga tidak dapat ditolong dengan cara apapun , sehingga kami semuanya diharapkan sabar menerimanya. Disinilah peranan ayah kami yang cukup menonjol , mestinya kamilah yang harus merawat ibu kami namun karena kami semua disibukkan oleh urusan masing-masing bahkan tiga anaknya bertempat tinggal diluar daerah maka perawatan keseharian ibu dilakukan oleh ayah dengan sabar.
Kadang kami melihat itu menangis dalam hati melihat ketelatenan ayah merawat ibu sendirian , kadang-kadang kami bantu ataupun cucu-cunya menawarkan jasa ditolaknya dengan halus. ” Kamu banyak pekerjaan lakukan pekerjaanmu , saya masih kuat merawat ibumu ” , katanya halus bila kami bantu.
Kebanggaan lain yang yang harus kami tiru adalah sifat hemat beliau dalam menggunakan uang , ini terbukti dari hasil pensiunnya sedikit demi sedikit ia tabungkan beberapa waktu yang membuahkan pada tahun 2007 lalu beliau dapat berangkat haji dari hasil tabungan pensiun. Rencana awal ayah akan naik haji berdua dengan ibu menunggu tabungannya ada , namun setelah sakit ibu tidak dapat sembuh maka ibupun menyuruh ayah untuk berangkat duluan.
Meskipun sudah berangkat haji beberapa tahun yang lalu , namun dia belum merasa plong hatinya jika tidak dapat menghajikan ibu dengan cara haji amanat yang akan ia kerjakan kelak.
Oleh karena itu kini iapun kembali menabungkan sebagian uang hasil pensiunannya untuk persiapan biaya haji keduanya yang diniati untuk menghajikan ibu yang uzur karena sakit.
Dilingkungan masyarakat ayah kami dikenal sebagai guru yang pandai bermasyarakat , jabatan sosial banyak ia sandang, menjadi panitia pemilihan umum menjadi langganannya, petugas sensus, ketua RT, RW dan yang terakhir menjadi anggota BPD yang kemudian mengundurkan diri karena umur yang sudah tua.
Meskipun sudah pensiun tenaganyapun masih dipergunakan untuk mengajar anak-anak di sekolah diniyyah sore hari , selain itu aktif pula di panitia pembangunan Musholla atau mesjid di kampung
. Mestinya masih banyak yang bisa kami ungkapkan akan jiwa kepahlawanan ayah kami , yang saat ini baru beberapa saja yang kami lakukan . Namun kami anak-anaknya dalam hati berjanji sebisa-bisanya mewarisi sifat-sifat itu agar kami bisa mengenang seterusnya akan jasa-jasa ayah kami dalam membesarkan kami hingga dapat menjadi seperti ini.
” Ayah hanya inilah yang dapat kami persembahkan untukmu. Putra-putri mu beserta cucu-cucumu selalu mendo’akan agar engkau selalu sehat wal afiat mendampingi ibu kami . Kami semua tidak dapat membalas jasa-jasamu yang besar itu . ”.