Bener Meriah – Desa Merdeka – Sejak zaman penjajahan Belanda, masyarakat di sekitar dataran tinggi Gayo, terutama di Takengon sudah menanam kopi sebagai kegiatan pertanian pokok mereka.
Sejak itu pula sebagian besra kopi yang ditanam petani sudah dibawa ke Belanda dan dikonsumsi masyarakat disana. Namun meski begitu baru beberapa tahun terakhir ini saja petani kopi bisa benar-benar menikmati premi dari hasil penjualan kopi ke Eropa dan Amerika.
Penuturan Mohammad Amin, Ketua Koperasi Gayo Mandiri Takengon, Kecamatan Bandar Pondok Baru setidaknya bisa menunjukkan fakta ini. Di bawah naungan Koperasi Gayo Mandiri, dia kini memimpin lebih 1300 orang petani kopi. Masing-masing petani mengolah 1,5 hingga 2 hektar lahan.
Ada tidak kurang 1.500 hektar total lahan yang dikelola. Ditemui di ladang kopi miliknya di Takengon (11/12) dia menuturkan, dari ekspor ke Amerika saja, di luar keuntungan resmi dari produk kopi sebagai komoditas, kini mereka juga sudah bisa menikmati manfaat lain dari premi penjualan. “Premi dari penjualan ke Amerika yang kami terima 0,44 persen itu Rp600 juta per tahun, semua dikembalikan ke petani,” kata Amin.
Saat ini melalui pendampingan koperasi, para petani kopi di Takengon dan dataran tinggi Gayo pada umumnya sudah mengikat kerjasama dengan beberapa perusahaan besar Baik di Eropa maupun Amerika. Dengan brand terkemuka Amerika seperti Starbuck misalnya, para petani sudah rutin memasok hasil panen dari kopi-kopi terbaik yang mereka tanam. Ke perusahaan ini menurut Amin pihaknya memasok 3 hingga 4 kontainer kopi setiap bulan.
“Mereka punya standar kopi yang diminta. Jadi para petani diminta memenuhi sertifikasi kopi praktis dari Starbuck. Standarnya bagus juga menerapkan konsep green ecosystem. Tidak boleh ada pembakaran sampak di ladang, tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur, tidak boleh ada penebangan hutan, dan sebagainya,” urai bapak dua anak ini.
Ikhwal pendapatan premi yang langsung kembali ke petani menurut Amin tidak lepas dari upaya mendesaign dan mengenalkan brand dan merek sendiri yang dilakukan koperasi. Ada banyak jenis kopi dari tanah Gayo beredar di Eropa dan Amerika. Tapi situasi ini sebelumnya tidak berbanding lurus dengan popularitas kopi Gayo sendiri.
Di beberapa kota di Belanda taruhlah, masyarakat disana masih mengenal kopi asal Gayo sebagai kopi Sidikalang. Inipun pada arus komoditas di level hilirnya sudah berubah merek menjadi kopi Belanda.
Jumlah petani kKopi di dataran tinggi Gayo dan Aceh Tengah secara keseluruhan saat ini mencapai 35 ribu kepala keluarga (KK) dengan luas lahan 48 ribu hektar. Pada 2010 tingkat produktivitasnya sebesar 721 kilogram biji kopi hijau per hektar.
Produksi kopi Gayo sebenarnya sudah lama. Dimulai pada abad 18 akhir atau sekitar tahun 1905, ketika Belanda menjadikan kopi yang diproduksi petani lokal sebagai salah satu produk prioritas mereka yang dibawa ke Belanda. Kolonial saat itu menyebut kopi Gayo sebagai “Product for future”.
Atas semangat mengeksplorasi “Product of Future” ini, kemudian, pada 1933, di Takengon, sedikitnya 13 ribu hektar lahan sudah ditanami kopi oleh Belanda. Warga setempat pun menerima kebijakan ini dengan mengadopsinya menjadi tanaman pokok tidak cuma di lahan yang dikuasai Belanda, tetapi juga di lahan-lahan desa milik mereka.
Kini, dari sekian jenis kopi ada dua varietas kopi dari dataran tinggi Gayo yang paling dikenal di Eropa dan Amerika. Varietas itu adalah kopi Takengen dan Kopi Redelong. Diindtrodusir secara secara resmi oleh pemerintah Indonesia dengan nama Gayo1 untuk Timor-timur dan Gayo2 untuk Borbor. Kedua varietas ini sudah melewati serangkaian penelitian ilmiah di Bener Meriah dan memiliki rasa dan aroma yang disukai konsumen luar negeri.
Di lingkungan operasi yang dipimpin Mohammad Amin, produk kopi petani bahkan sudah mendapat tiga penghargaan sertifikasi internasional. Pada 2009 memperoleh sertifikat dari Control Union, sebuah lembaga atau badan sertifikasi Eropa.
Pada tahun yang sama kopi unggulannya juga mendapat sertifikat dari FLO, sebuah badan sertifikasi dari Jerman. Terakhir pada 2011 mendapat pengukuhan sertifikasi organik dari salah satu brand kopi Amerika. “Dengan bekal ini 2014 mendatang kami para petani sepakat mengembangkan sayap dengan fokus promosi ke Korea,” papar Amin.
Sebagai informasi, kini kopi Gayo sudah memiliki jutaan pecandu kopi setianya diseluruh dunia. Menikmati kopi blending atau racikan Gayo yang kaya rasa karena berasal dari berbagai percampuran arabika, bagi jutaan Gayo Coffee Lovers adalah kenikmatan tersendiri yang tiada tara.
Sebagian biasanya lebih menyukai varietas Timtim karena rasa dan aromanya lebih kuat. Kopi ini juga sudah teruji menurut penelitian ilmiah akan rasa dan aroma yang dilakukan DR. Surip Mawardi, seorang pakar kopi yang melakukan penelitian di Bener Meriah. [inilah]