Demak- Desa Merdeka : Enceng gondok ( kenthos:bhs. Jawa ) bagi sebagian orang merupakan gulma atau hama yang menyusahkan. Namun bagi para pemburu enceng gondok tanaman ini merupakan rejeki yang bisa menghidupi. Oleh karena itu meskipun harus berdingin-dingin didalam air dan berpanas-panas di terik matahari hal itu tidak dihiraukan setiap harinya.
“ Alhamdulillah meski kayak begini ini rejeki bagi keluarga saya . jika tidak ada kesibukan di sawah saya setiap hari berburu enceng gondok di sungai-sungai sekitar desa saya seperti ini “, kata Bu Maskanah buruh tani Warga desa Weding kecamatan Bonang pada FORMASS.
Bu Maskanah dalam berburu enceng gondok selalu ditemani suaminya. Pagi-pagi setelah menyiapkan sarapan untuk anak-anak. Dia bersama suamipun keluar dari rumah menuju sungai di pinggir desamya. Setelah sampai di sana suaminyapun turun ke sungai untuk memetik atau mengambil enceng gondok . Dari atas sungai iapun menjemput enceng gondok itu kemudian dibawa ke tempat lapang untuk dijemur.
“ Ya setiap hari saya dan suami cari enceng gondok ini , makin lama makin jauh dari rumah karena pasokan enceng gondok lama-lama habis . Selain saya masih banyak pencari enceng gondok lain itu semua tetangga saya “, kata bu Maskanah.
Enceng gondok itupun kemudian dikeringkan disepanjang pinggir sungai , pinggir jalan dan juga tanah lapang disekitarnya. Setiap waktu enceng gondok itupun dibolak-balik agar kekeringannya merata . Jika panasnya kuat satu hari saja kekeringannya mencapai 70-80 persen. Namun jika cuaca mendung membutuhkan waktu 2-3 hari.
Sore hari menjelang enceng gondok kering atau setengah kering itupun di masukkan ke dalam karung plastic atau di pak diikat dengan tali . Sesampainya dirumah enceng-enceng gondok itupun “ di klabang “ atau dibuat tali tergantung kebutuhan. Tali dari rajutan enceng gondok itupun kembali dijemur di panas matahari agar benar-benar kering.
“ Klabangan dari enceng gondok ini harus benar-benar kering agar tidak menjamur jika disimpan. Selain itu jika kering benar harganyapun bagus. Dulu perkilo kering pernah mencapat Rp 8 ribu – 10 ribu. Namun saat ini dihargai Rp 4 ribu – 6 ribu perkilonya “, kata Bu Maskanah.
Menurut ibu Maskanah,penjualan klabangan enceng gondok yang ia kumpulkan setiap hari itu tergantung kebutuhan. Biasanya ia menjual ketika simpanan di rumahnya sudah banyak . Ia menjual hasilnya kadang dua minggu sekali atau sebulan bulan sekali.
“ Sekali jual ya kadang dapat Rp 200 ribu ,kadang juga sampai Rp 400 ribu tergantung simpanan di rumah . Lumayan bisa untuk nambah belanja sehari-hari dan kebutuhan lainnya “, aku Bu Maskanah.
Menurut suami Bu Maskanah jika pasokan enceng gondok di seputaran desa habis maka ia mencari daerah buruan baru. Misalnya ke daerah Sayung Demak . Bahkan pernah sampai ke daerah Semarang dan juga Salatiga. Bagi mereka enceng gondok merupakan rejeki tersendiri yang tidak dimiliki orang lain .(Muin)
Wooow !!!! Enceng Membawa Rejeki Bagi Buruh Tani
