– Dana desa terus menjadi sorotan. Besarnya kucuran dana yang langsung ke desa dinilai belum siap karena berbagai hal, membuat banyak kekawatiran datang.

Apakah para Kepala Desa (Kades) dan elit desa benar-benar mampu memangku amanat dan tidak terjebak tindakan korupsi sebagaimana dilakukan banyak pejabat negara? Bagaimana desa membangun benteng agar dirinya tak terjerumus tindakan biadab korupsi?

Salah satu cara Kades atau elit desa untuk melakukan tindakan korupsi dana desa yaitu merahasiakan rincian/rencana anggaran belanja (RAB).

Sejujurnya, bukti seorang Kades dalam membangun desanya maka dia wajib memajang RAB tersebut di kantor balai desa yang bertujuan agar semua masyarakat tahu apa saja yang dibangun dan apa saja yang akan dibelanjakan berikut harga satuannya.

Itu wajib dilakukan karena dana desa tersebut untuk masyarakat desa setempat bukan dana Kades atau perangkat desa. Mereka sudah digaji untuk bekerja.

Oleh karena itu, bagi semua masyarakat desa yang mendapatkan bantuan dana desa wajib mengetahui dan mempertanyakan satuan RAB bangunan dana desa karena itu adalah hak masyarakat dan bukan hak Kades.

Jika Kades atau elit desa tidak mau melakukan tersebut maka Kades tersebut dapat dituntut untuk mundur karena tidak mampu menjadi pelayan masyarakat. Apalagi jika terbukti melakukan penyelewengan dana desa, bisa dijebloskan ke penjara.

Masyarakat sekarang harus lebih cermat dan berani melihat persoalan ini. Masyarakat harus berani melihat mana yang menjadi hak Kades, mana yang menjadi hak masyarakat.

Sebagai informasi, pemerintah bertekad mengalokasikan anggaran dana desa dengan total Rp 400 triliun selama 5 tahun ke depan hingga 2024.

Sejauh ini pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran dana desa mencapai Rp 257 triliun sejak 2015 hingga 2019.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, peningkatan alokasi dana desa sebesar Rp 400 triliun selama 5 tahun ke depan itu dimungkinkan karena anggaran desa memang setiap tahunnnya terus mengalami peningkatan.

Apalagi, pembangunan desa butuh anggaran yang cukup besar.

“Sejak adanya dana desa, ternyata desa mampu membangun infrastruktur desa secara masif dan diakui badan dunia. Pembangunan akan terus ditingkatkan dan selama 5 tahun yang akan datang dana desa bisa ditingkatkan dengan total Rp 400 triliun,” kata Eko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Total anggaran dana desa sebesar Rp 257 triliun selama 5 tahun tidak pernah mengalami penurunan setiap tahunnya. Rinciannya, Rp 20,67 triliun (2015), Rp 46,98 triliun (2016), Rp 60 triliun (2017), Rp 60 triliun (2018), dan Rp 70 triliun (2019).

Dana desa tersebut diberikan ke seluruh desa di Indonesia dengan formula 77 persen dibagi rata ke seluruh desa.

Kemudian 20 persen dialokasikan untuk tambahan secara proporsional kepada desa berdasarkan jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat kesulitan geografis dan luas wilayah. Tiga persen dialokasikan untuk tambahan kepada desa-desa yang berstatus tertinggal.

Eko berharap dengan anggaran dana desa yang terus mengalami peningkatan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Ia meminta agar pada 2019, penggunaan dana desa digeser untuk pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa.

“Jadi, bagi desa yang sudah memiliki infrastruktur yang cukup untuk mengalihkan ke pembangunan pemberdayaan ekonominya dan pemberdayaan masyarakat desanya agar pertumbuhan ekonomi desa dan pendapatan masyarakat desa juga turut meningkat,” katanya.

Informasi yang dihimpun Dairibaru.com, kewajiban Kades terhadap dana desa ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Di Pasal 26 ayat (4) UU Desa menyebutkan, Kades berkewajiban melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. [DB/Berbagai sumber]