Jakarta – Tepat tanggal 20 April 2020, Kementerian Keuangan menerbitkan Permenkeu 40/PMK.07/2020 sebagai dasar Perubahan Atas Permenkeu 205/PMK.07/2019. Perubahan tersebut dimaksudkan sebagai pedoman Pemerintah Desa didalam mengelola dan menfokuskan pengunaan Dana Desa ditengah meluasnya pendemi virus corona.
Ada sejumlah ketentuan ayat dan pasal yang diubah dan/atau disisipkan dalam Permenkeu tersebut. Ketententuan ayat dan pasal yang diubah dan/atau disisipkan, antara lain :

1. Ketentuan angka 29 pasal 1 diubah dan ditambahkan 1 (satu) angka yaitu angka 30,
2. Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 23 diubah,
3. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 24 diubah,
4. Sisipan tambahan pasal 24A dan pasal 24B,
5. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) pasal 25 diubah,
6. Sisipan tambahan pasal yaitu pasal 25A dan pasal 25B,
7. Pasal 32 disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1A),
8. Sisipan tambahan pasal yaitu Pasal 32A,
9. Ketentuan ayat (1) pasal 34 diubah,
10. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah,
11. Sisipan tambahan pasal yaitu Pasal 47A,
12. Mengubah lampiran huruf c pasal 50 dan menambahkan 1 (satu) huruf yaitu huruf h,
13. Ketentuan pasal 52 diubah,dan
14. Sisipan tambahan pasal 53A.

Nah, dari 14 ayat dan pasal yang diubah dan/atau disisipkan tersebut, saya lebih menyoroti ke pasal 32 ayat (1A) dan pasal 32A serta 47A sebagai sisipan tambahan dari Permenkeu 40/PMK.07/2020.

Dikatakan dalam pasal 32 ayat (1A), bahwa kegiatan penanganan pandemi virus corona dan/atau jaring pengaman sosial di Desa masuk dalam Prioritas Penggunaan Dana Desa.

Jaring pengaman sosial yang maksud pasal 32 ayat (1A) ialah, berupa BLT Desa yang wajib dianggarkan Pemerintah Desa, dengan didasarkan kriteria dan mempertimbangkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial.

BLT Desa, sebagaimana dimaksud pasal 32A ayat 1, ditetapkan sebesar 600 ribu rupiah per keluarga yang dibayarkan selama tiga bulan yang dianggarkan didalam APBDes paling banyak 35% (tiga puluh lima persen) dari Dana Desa yang diterima masing-masing Desa.

Apabila terdapat Desa yang menggangarkan BLT Desa yang melebihi batas ketentuan, maka harus mendapat persetujuan dari bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk terlebih dahulu.

Selanjutnya ini yang menarik yang diatur dalam pasal 47A.

Apabila Pemerintah Desa tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT Desa, maka akan dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran Dana Desa tahap III tahun anggaran berjalan.

Dan bagi Pemerintah Desa berstatus Desa mandiri yang tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT Desa, maka akan dikenakan sanksi berupa pemotongan Dana Desa sebesar 50% (lima puluh persen) dari Dana Desa yang akan disalurkan pada tahap II tahun anggaran berikutnya.

Lebih lengkap mengenai isi dari Permenkeu 40/PMK.07/2020, pasal 32 ayat (1A) dan pasal 32A serta 47A, silahkan baca dibawah ini.

Pasal 32 Ayat 1A

(1A) Prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kegiatan dalam rangka menanggulangi dampak ekonomi atas pandemi Corona Vims Disease 2019 {COVID-19), antara lain berupa:
a. Kegiatan penanganan pandemi Corona Vims Disease 2019 (COV7D-19), dan/atau
b. Jaring pengaman sosial di Desa.

Pasal 32A

(1) Jaring pengaman sosial di Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1A) huruf b, berupa BLT Desa kepada keluarga miskin atau tidak mampu di Desa sebagai keluarga penerima manfaat.
(2) Pemerintah Desa wajib menganggarkan dan melaksanakan kegiatan BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
(3) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Keluarga miskin atau tidak mampu yang berdomisili di Desa bersangkutan, dan
b. Tidak termasuk penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja.
(4) Pendataan calon penerima BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b mempertimbangkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial.
(5) Besaran BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) per keluarga penerima manfaat per bulan, dibayarkan setiap bulan selama 3 (tiga) bulan.
(6) BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dianggarkan dalam APBDes paling banyak sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari Dana Desa yang diterima Desa yang bersangkutan.
(7) Dalam hal besaran Dana Desa untuk BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak mencukupi, kepala desa dapat menggunakan Dana Desa melebihi batasan tersebut setelah mendapat persetujuan dari bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk.
(8) Ketentuan mengenai kriteria, mekanisme pendataan, penetapan data keluarga penerima manfaat BLT Desa dan pelaksanaan pemberian BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Pasal 47A

(1) Dalam hal Pemerintah Desa tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2), dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran Dana Desa tahap III tahun anggaran berjalan,
(2) Pemerintah Desa berstatus Desa mandiri yang tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2), dikenakan sanksi berupa pemotongan Dana Desa sebesar 50% (lima puluh persen) dari Dana Desa yang akan disalurkan pada tahap II tahun anggaran berikutnya. (Semoga Bermanfaat/Frids W Lado)