Jepara – Petambak garam di kabupaten Jepara pada bulan Agustus 2024 ini memasuki panen raya . Seluruh lahan garam yang berada di kecamatan Tahunan dan Kedung sudah menghasilkan garam. Sehingga pemandangan harian di area tambak garam petambak memanen lahannya.

Seperti halnya yang terlihat di area tambak desa Panggung yang terletak di pinggir jalan raya Jepara – Kedungmalang. Ratusan petambak garam memanen lahannya . Kristal kristal garam berwarna putih di ambilm dari lahan untuk dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau zak plastic.

Garam yang telah di panen dari lahan ada yang langsung dijual diangkut ke tepi jalan. Namun ada juga yang langsung dimasukkan ke dalam gudang untuk disimpan. Garam yang berada di tepi jalan setelah dibayar langsung diangkut oleh para pengepul. Sedangkan garam dalam gudang dijual nanti ketika ada kenaikan harga.

Nurudin petambak garam yang menggarap lahan di desa Panggung mengatakan, ia memanen garam di lahan sudah dua bulanan. Garam  yang di panen di awal langsung dijual kepada pengepul atau tengkulak. Sedangkan belakangan ini sebagian dimasukkan untuk simpanan . Menyimpan garam sudah menjadi tradisi petambak garam.

“ Kalau awal panen biasanya garam langsung di jual karena harga masih bagus. Namun ketika sudah panen raya dibagi dua sebagian dijual sebagian dimasukkan gudang disimpan. Biasanya kalau panen raya pasti harga akan turun “, kata Nurudin yang warga desa Kedungmutih Demak. Ia menyewa lahan di tambak Jepara.

Hal sama dikatakan Sokhib petambak garam warga desa Kalianyar , untuk panen awal garam yang ia panen langsung di jual pada tengkulak. Untuk tahun 2024 ini harga garam tidak begitu tinggi satu keranjang dengan bobot 85-90 kilogram pada awal panen dihargai Rp 60 ribu. Namun saat panen ray aini mulai turun hanya dihargai Rp 50 ribu.

“ Harga Rp 50 ribu ini harga di awal panen raya . Biasanya harga ini tidak bertahan lama dan setiap waktu terus turun. Sebagai contoh saat ini Rp 50 ribu tetapi sepuluh hari lagi bisa turun tergantung cuaca . Kalau cuaca panas pastin turun kalau cuacanya mendung atau hujan bisa stabil bahkan bisa naik “, ujar Sokhib yang menggarap lahan di belakang rumahnya.

Menurut Sokib sampai saat ini belum ada harga standar garam rakyat. Sehingga harga garam ditentukan oleh kebutuhn pasar . Jika kondisi pasar sedang butuh garam harga akann melonjak tinggi. Sebaliknya jika kebutuhan pasar lemah maka harga cenderung turun atau stagnan.

“ Harga garam itu tidak tentu pernah perkwintal mencapai Rp 300 ribu namun juga pernah Perkwintalnya Rp 40 ribu. Sehingga naik turunnya bisa ekstrem tergantung rejeki kalau punya simpanan garam banyak tinggi ya untung besar. Kalau harga tinggi tak punya simpanan garam ya gigit jari “, tambah Sokhib yang membuat garam sudah puluhan tahun.

Meskipun begitu ada harga kekinian garam yang menjadi standar berusaha.Dalam kondisi sekarang usaha garam rakyat butuh modal banyak. Selain sewa lahan juga butuh peralatan terutama geomembrane atau geo isolator. Sehingga modal untuk usaha garam juga besar.

“ Kalau saya hitung harga garam perkeranjang Rp 50 ribu atau perkwintal Rp 70 ribu itu kembali modal untung sedikit. Namun ketika harga garam Rp 40 ribu per keranjang atau 60 ribu perkwintal  ke bawah itu impas . Kalau di bawahnya bisa bisa petambak garam merugi. Nah solusinya ya disimpan nanti harga garam naik dijual “, jelas Sokhib. ( Pak Muin)